Fatwa Ulama: Hukum menggosok gigi dengan sikat dan pasta gigi pada saat berpuasa?
Artikel Fiqh

Fatwa Ulama: Hukum menggosok gigi dengan sikat dan pasta gigi pada saat berpuasa?

Fatwa Ulama: Hukum menggosok gigi dengan sikat dan pasta gigi pada saat berpuasa?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:

Saudaraku seiman…

Bagian pertama[1]:

Hukum memakai siwak untuk seorang yang berpuasa adalah diperbolehkan bagi seorang yang berpuasa memakai siwak dalam waktu apa saja, baik sebelum tergelincir matahari (sebelum zhuhur) atau setelah tergelincir matahari, yang berpendapat ini adalah madzhab Hanafi[2], dan pendapat sekumpulan para ulama[3], dan ini adalah pendapat pilihan Ibnu Taimiyyah[4], Ibnul Qayyim[5], Asy Syaukani[6], Ibnu Baz[7], Al Albani[8], Ibnu Utsaimin[9].

Dalilnya adalah keumuman hadits-hadits yang meriwayatkan tenatng keutamaan bersiwak dan tidak dikhususkan di dalamnya seorang yang sedang berpuasa dari selainnya.

Bagian kedua:

Hukum memakai pasta gigi bagi seorang yang sedang berpuasa; seorang yang berpuasa diperbolehkan untuk memakai pasta gigi, akan tetapi harus berhati-hati dari sampainya ke tenggorokan dan ini adalah pendapatnya Ibnu Baz[10], Ibnu Utsaimin[11] dan yang berpendapat seperti ini juga adalah Majma’ Fikih Islam[12].

 


[2] Lihat kitab Al Bahr Ar Raiq, karya Ibnu Nujaim, 2/302.

[3] Ibnu Abdil Barr rahimahullah berkata:

واختلف الفقهاء في السواك للصائم فرخص فيه مالك وأبو حنيفة وأصحابهما والثوري والأوزاعي وابن علية وهو قول إبراهيم النخعي ومحمد بن سيرين وعروة بن الزبير ورويت الرخصة فيه عن عمر وابن عباس وليس عن واحد منهم فرق بين أول النهار وآخره ولا بين السواك الرطب واليابس

“Para ahli fikih berbeda pendapat dalam perkara bersiwak, Malik dan Abu Hanifah memperbolehkannya dan juga kawan-kawan keduanya seperti; Ats Tsauri, Al Auza’i, Ibnu ‘Ulayyah dan ini adalah pendapat Ibrahim An Nakha’I, Muhammad bin Sirin, dan ‘urwah bin Az Zubair, dan diriwayatkan kebolehan di dalam hal ini juga dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas dan tidak ada satu orangpuan dari mereka yang membedakan anatar awal siang atau akhir siang dan antara siwak yang basah atau siwak yang kering.” Lihat kitab At Tamhid, 19/58.

[4] Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata:

وَأَمَّا السِّوَاكُ فَجَائِزٌ بِلَا نِزَاعٍ لَكِنْ اخْتَلَفُوا فِي كَرَاهِيَتِهِ بَعْدَ الزَّوَالِ عَلَى قَوْلَيْنِ مَشْهُورَيْنِ هُمَا رِوَايَتَانِ عَنْ أَحْمَد . وَلَمْ يَقُمْ عَلَى كَرَاهِيَتِهِ دَلِيلٌ شَرْعِيٌّ يَصْلُحُ أَنْ يَخُصَّ عمومات نُصُوصِ السِّوَاكِ وَقِيَاسُهُ عَلَى دَمِ الشَّهِيدِ وَنَحْوِهِ ضَعِيفٌ مِنْ وُجُوهٍ .

“Dan adapun siwak, maka boleh tanpa ada pertentangan di dalamnya, tetapi mereka berbeda pendapat tentang kemakruhannya setelah zawal (tergelincirnya matahari/ setelah zhuhur) dalam dua pendapat yang masyhur, ia adalah dua riwayat dari Imam Ahmad, dan tidak berdiri atas kemakruhannya satu dalil syar’ie pun yang pantas mengkhususkan keumuman nash-nash (yang mebolehkan) siwak dan pengqiyasannya atas darah orang yang mati syahid dan semisalnya adalah lemah dari beberapa sisi.” Lihat kitab Majmu’ Al Fatawa, 25/266.  

[5] Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:

ويُستحَبُّ كلَّ وقت، ويتأكد عند الصلاة والوضوء، والانتباهِ من النوم، وتغيير رائحة الفم، ويُستَحب للمفطر والصائم فى كل وقت لعموم الأحاديث فيه، ولحاجة الصائم إليه، ولأنه مرضاةٌ للرَّبِّ، ومرضاتُه مطلوبة فى الصوم أشدَّ من طلبِها فى الفِطر، ولأنه مَطْهَرَةٌ للفم، والطهور للصائم من أفضل أعماله.

“Dan dianjurkan (bersiwak) setiap waktu dan sangat ditekankan ketika shalat dan wudhu, tergugah dari tidur dan berubahnya bau mulut dan dianjurkan bagi yang berbuka dan berpuasa di setiap waktu, karena keumuman hadits-hadits di dalamnya, dank arena kebutuhan orang yang berpuasa kepadanya dank arena ia mendatangkan keredhaan dari Rabb, dn keredhaannya diharapkan dalam berpuasa lebih daripada mengharapkannya ketika berbuka, dank arena ia membersihkan mulut dan kesucian bagi seorang yang berpuasa termasuk amalan yang paling utamanya.” Lihat kitab Zaad Al Ma’ad, 4/323.

[6] Asy Syaukani rahimahullah berkata:

فالحق أنه يستحب السواك للصائم أول النهار وآخره وهو مذهب جمهور الأئمة

“Jadi yang benar adalah dianjurkan bersiwak bagi seorang yang berpuasa awal siang dn akhirnya dan ini adalah madzhab mayoritas para imam.” Lihat kitab Nail Al Authar, 1/108.

[7] Ibnu Baz rahimahullah berkata:

يشرع استعمال السواك للصائم في أول النهار وآخره

“Dan disyariatkan memakai siwak untuk seorang yang berpuasa di awal siang dan di akhirnya.” Lihat kitab majmu’ Fatawa bin Baz, 15/261.

[8] Al Albani rahimahullah berkata (ketika mengomentari hadits “Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersiwak di akhir siang dalam keadaaan sedang berpuasa”:

باطل

ويغني عن هذا الحديث في مشروعية السواك للصائم في أي وقت شاء أول النهار أو آخره عموم قوله صلى الله عليه وسلم : ” لولا أن أشق على أمتي لأمرتهم بالسواك عند كل صلاة ” .

“Derajat hadits: Batil…dan mencukupi akan hadits ini dalam pensyariatan siwak bagi seorang yang berpuasa dalam waktu apapun ia kehendaki, baik  awal siang atau akhirnya, yaitu keumuman sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jika tidak menyulitkan atas umatku niscaya aku benar-benar perintahkan mereka untuk bersiwak ketika setiap shalat.” Lihat kitab Silsilat Al Ahadits Adh Dha’ifah, 1/578.  

[9] Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata:

وأما التسوك فهو سنة للصائم كغيره في أول النهار وآخره

“Adapun bersiwak maka ia adalah sunnah bagi orang yang berpuasa seperti lainnya baik di awal siang atau akhirnya.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Ustaimin, 19/168.

[10] Ibnu Baz rahimahullah berkata:

تنظيف الأسنان بالمعجون لا يفطر به الصائم كالسواك، وعليه التحرز من ذهاب شيء منه إلى جوفه، فإن غلبه شيء من ذلك بدون قصد فلا قضاء عليه

“Membersihkan mulut dengan gigi dengan pasta gigi, tidak membatalkan seorang yang berpuasa seperti siwak, dan dia harus menjaga (berhati-hati) dari sesuatu yang masuk ke dalam tenggorokannya. Dan jika ada sesuatu yang masuk ke dalamnya tanpa sengaja maka tidak ada wadha atasnya.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 15/260.  

[11] Ibnu Utsaimijn rahimahullah berkata:

استعمال المعجون للصائم لا بأس به إذا لم ينزل إلى معدته، ولكن الأولى عدم استعماله، لأن له نفوذاً قويًّا قد ينفذ إلى المعدة والإنسان لا يشعر به، ولهذا قال النبي صلى الله عليه وسلم للقيط بن صبرة: «بالغ في الاستنشاق إلا أن تكون صائماً» فالأولى ألا يستعمل الصائم المعجون، والأمر واسع، فإذا أخره حتى أفطر فيكون قد توقى ما يُخشى أن يكون به فساد الصوم.

“Memakai pasta gigi bagi seorang yang berpuasa tidak mengapa melakukannya, jika tidak turun ke pencernaannya, akan tetapi, yang lebih utama tidak memakainya, karena ia memiliki materi yang kuat, terkadang masuk ke pencernaan dan seseorang tidak merasakannya, oleh karen ini Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Al Qaith bin Shabrah: “Kuatlah dalam memasukkan air ke hidung kecuali jika kamu dalam keadaan berpuasa”, maka yang utama adalah seorang yang berpuasa tidak memakai pasta gigi, dan perihal ini adalah terdapat keluasan, dan jika ia akhirkan sampai berbuka berarti ia telah menjaga sesuatu yang dapat merusak puasa.” Lihat kitab Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 19/236.

[12] Ketetapan dan wasiat Majma’ Fikih Islam, ketetapan no. 93 (1/10): tentang keputusan hal-hal yang membatalkan puasa dalam perkara pengobatan, dan perkara-perkara di bawah ini tidak membatalkan puasa:

حفر السن ، أو قلع الضرس ، أو تنظيف الأسنان ، أو السواك وفرشاة الأسنان ، إذا اجتنب ابتلاع ما نفذ إلى الحلق .

“melubangi gigi, mencabut gigi geraham atau membersihkan gigi, bersiwak, sikat gigi, jika menjauhi menelan apa yang masuk ke dalam tenggirikan.” Lihat kitab Majalat Majma’ Al Fiqh Al Islami, 10/913.

dituklis oleh Ahmad Zainuddin

Rabu, 2 Ramadhan 1434H, Dammam KSA.

Post Comment