Mitos “Sial Menikah di bulan Syawwal”
Artikel Fiqh

Mitos “Sial Menikah di bulan Syawwal”

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Sebagian orang Arab Jahiliyyah mempunyai keyakinan buruk dan merasa bernasib sial jika terjadi akad pernikahan di dalam bulan Syawwal, maka keyakinan ini diberantas oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mungkin keyakinan ini tidak menjadi keyakinan di daerah kita, tetapi tujuan tulisan di bawah ini menjelaskan bahwa, semua hari baik untuk melakukan hajatan atau pernikahan, tidak ada hari sial, tidak ada bulan sial, tidak ada keyakinan mencocokkan tanggal lahir calon mempelai lelaki dengan calon mempelai perempuan kemudian ditanyakan apakah bulan ini cocok atau tidak, semua tidak ada dalam pandangan dan keyakinan seorang muslim, karena menurut seorang muslim yang Maha Pengatur, Maha Pencipta dan Maha Berkuasa adalah Allah Azza wa Jalla, satu-satu-Nya tiada sekutu bagi-Nya.

Saudaraku seiman…
Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah bercerita:

تَزَوَّجَنِى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَوَّالٍ وَبَنَى بِى فِى شَوَّالٍ فَأَىُّ نِسَاءِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ أَحْظَى عِنْدَهُ مِنِّى.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menikahiku di bulan Syawwal dan menggauliku di bulan Syawwal, maka istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam manakah yang lebih mendapat kedudukan dibandingkan aku?.” HR. Muslim.
Penjelasan Para Ulama tentang hadits di atas:
Berkata An Nawawi Asy Syafi’ie rahimahullah:

فيه استحباب التزويج والتزوج والدخول في شوال وقد نص أصحابنا على استحبابه واستدلوا بهذا الحديث وقصدت عائشة بهذا الكلام رد ما كانت الجاهلية عليه وما يتخيله بعض العوام اليوم من كراهة التزوج والتزويج والدخول في شوال وهذا باطل لا أصل له وهو من آثار الجاهلية كانوا يتطيرون بذلك لما في اسم شوال من الاشالة والرفع

“Di dalam hadits ini terdapat anjuran menikahkan dan nikah serta menggauli di dalam bulan Syawwal, dan para shahabat kami (dari madzhab Syafi’ie-pent) telah mengeaskan akan dianjurkannya hal ini dan mereka berdalil dengan hadits ini, dan Aisyah radhiyallahu ‘anhu bertujuan dengan ucapan ini adalah membantah apa yang terjadi pada orang-orang jahiliyyah dan apa yang dibayangkan oleh sebagian orang awam pada saat ini, yaitu berupa kebencian untuk menikah dan menikahkan serta menggauli di dalam bulan Syawwal, dan ini adalah (keyakinan-pent) yang batil tidak ada dasarnya dan ia adalah warisan dari orang-orang jahilyyah, mereka senantiasa merasa bernasib sial dengan (bulan Syawwal) itu, karena di dalam nama Syawwal diambil dari ambil dan angkat.” Lihat kitab Syarah Shahih Muslim karya An Nawawi, 9/209.
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

وفي دخوله عليه السلام بها في شوال ردا لما يتوهمه بعض الناس من كراهية الدخول بين العيدين خشية المفارقة بين الزوجين وهذا ليس بشئ لما قالته عائشة رادة على من توهمه من الناس في ذلك الوقت

“Dan pada masuknya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di bulan Syawwal sebagai bantahan bagi sebagian orang yang mengira akan keburukan masuk (menggauli istri pertama kalinya-pent) di antara dua hari ‘ied, karena takut terpisah antara dua suami istri, dan hal ini tidak benar, sebagaimana yang dikatakan oleh Aisyah sebagai bantahan atas siapa yang mengiranya dari orang-orang pada waktu itu.” Lihat kitab Al Bidayah Wa An Nihayah, 3/253.
Pertanyan-pertanyaan…
Kenapa haram berkeyakinan adanya hari sial?
Kenapa haram berkeyakinan adanya bulan sial?
Kenapa haram berkeyakinan merasa bernasib sial dengan sesuatu?
Kenapa haram bertanya kepada seorang yang dianggap pintar tentang hari hajatan, hari baik untuk mengadakan perjalanan, hari baik untuk mengadakan pernikahan?
Kenapa haram bertanya kepada seorang yang dianggap pintar tentang kecocokan tanggal lahir lelaki dan perempuan untuk bulan pernikahan yang cocok mereka berdua?
Jawaban:

1. Karena keyakinan merasa bernasib sial berarti berkeyakinan ada yang mengatur, mencipta dan berkuasa selain Allah Ta’ala dan hal ini merupakan sarana untuk mensyirikkan Allah Ta’ala pada kekuasaan-Nya dan Kesyirikan adalah dosa terbesar yang sangat dimurkai Allah Ta’ala. Dan Allah Ta’ala berfirman:

{ قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ } [يونس: 31]

Artinya: “Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?.” QS. Yunus: 31.

{ذَلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ فَاعْبُدُوهُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ} [الأنعام: 102]

Artinya: “(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Sembahan kamu; tidak ada Sembahan (yang berhak disembah) selain Dia; Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia; dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” QS. Al An’am:102.

{يَا أَيُّهَا النَّاسُ اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ هَلْ مِنْ خَالِقٍ غَيْرُ اللَّهِ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّى تُؤْفَكُونَ} [فاطر: 3]

Artinya: “Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rezeki kepada kamu dari langit dan bumi? Tidak ada Sembahan (yang berhak disembah) selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling (dari ketauhidan)?”. QS. Fathir: 3.

2. Karena keyakinan merasa bernasib sial berarti telah menyatakan adalah yang mengetahui akan hal ghaib selain Allah Ta’ala dan ini juga bentuk kesyirikan, padahal Allah Ta’ala berfirman:

{ وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ فَاعْبُدْهُ وَتَوَكَّلْ عَلَيْهِ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ} [هود: 123]

Artinya: “Dan kepunyaan Allah-lah apa yang gaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, maka sembahlah Dia, dan bertawakallah kepada-Nya. Dan sekali-kali Rabbmu tidak lalai dari apa yang kamu kerjakan.” QS. Hud:123.

{وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ} [الأنعام: 59]

Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Al Lauh Al Mahfuzh).” QS. Al An’am:59.

{قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ} [النمل: 65]

Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أَتَى حَائِضًا أَوِ امْرَأَةً فِى دُبُرِهَا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ ».

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi (untuk digauli-pent) wanita yang sedang haid atau seorang wanita pada duburnya atau seorang kahin (seorang yang mengaku mengetahui akan hal gaib-pent) lalu ia percaya dengan apa yang ia katakana, maka sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” HR. Ibnu Majah.

3. Karena keyakinan merasa bernasib sial berarti menyelisihi sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ». ثَلاَثًا « وَمَا مِنَّا إِلاَّ وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ ».

Artinya: “Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ath Thiyarah (merasa bernasab sial ketika mendengar, melihat, merasakan sesuatu-pent) adalah kesyirikan, Ath Thiyarah adalah ksyirikan”, beliau ucapkan sebanyak tiga kali, lalau ia berkata: “Tidak ada diantara kita kecuali (ada sifat merasa bernasib sial, tetapi Allah menghilangkannya dengan rasa tawakkal (bersandar kepada-Nya-pent).” HR. Abu Daud

عنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ قَالَ إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَلاَ صَفَرَ وَلاَ هَامَةَ ».

Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada (keyakinan) penyakit menular (dengan sendirinya-pent), tidak ada keyakinan ath Thiyarah, tidak ada keyakinan bulan shafar yang sial, tidak ada keyakinan burung hantu pembawa keburukan.” HR. Muslim.
Semoga setelah penjelasan ini Tauhid dan penghambaan diri kita semakin kokoh hanya kepada Allah Azza Wa Jalla, Rabb semesta alam.

No way dukun dan tukang ramal…, No way orang pintar…, No way bulan, hari sial…
Nikah go head dengan tawakkal kepada Allah Ta’ala.

Semoga bermanfaat,
Ditulis oleh saudara kalian yang sangat mencintai kaum muslim yang mentauhidkan Allah Ta’ala semata.
Ahmad Zainuddin
Selasa, 17 Syawwal 1433H, Dammam KSA.

Post Comment