Bismillah, walhamdulillah. Amma ba’du,
Cara berfikir yang harus dimiliki setiap muslim ketika mengais rezeki adalah bagaimana bekerja dengan cara yang
halal untuk mendapat rezeki yang halal. Seorang muslim semestinya tidak berfikir bagaimana menghasilkan rezeki yang banyak walau dengan cara apapun. Seorang muslim semestinya jangan hanya berfikir: “Yang penting dapat harta banyak”, tidak memedulikan kehalalan atau keharamannya. Seorang muslim harus berprinsip seperti ini dikarenakan beberapa hal, diantaranya:
‘1. Rezeki setiap manusia bahkan setiap makhluk sudah dijamin Allah Ta’ala.
[هود: 6]{وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا كُلٌّ فِي كِتَابٍ مُبِينٍ}
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam kitab yang nyata (Al-Lauh Al-Mahfuzh)” (QS. Huud:6)
Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:
أخبر تعالى أنه متكفل بأرزاق المخلوقات، من سائر دواب الأرض، صغيرها وكبيرها، بحريها، وبريها
Artinya: “Allah ta’ala mengabarkan bahwasanya Dia Yang menjamin akan rezeki seluruh makhluk, dari seluruh binatang melata di bumi, besar kecil dan daratan atau lautannya.” (Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim, di dalam ayat di atas).
Berkata Syeikh As-Sa’dy rahimahullah:
أي: جميع ما دب على وجه الأرض، من آدمي، أو حيوان بري أو بحري، فالله تعالى قد تكفل بأرزاقهم
وأقواتهم، فرزقها على الله.
Artinya: “Maksudnya adalah seluruh yang berjalan di atas muka bumi baik dari manusia atau hewan darat atau laut, maka Allah Ta’ala telah menjamin rezeki dan makanan mereka, semuanya ditanggung Allah.” (Lihat kitab Taisir Al-Karim Ar-Rahman di dalam ayat ini).
[العنكبوت: 60] {وَكَأَيِّنْ مِنْ دَابَّةٍ لَا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ}
Artinya: “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Ankabut: 60).
2. Rezeki setiap manusia tidak akan tertukar
Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan:
إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِى بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ عَلَقَةً مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ يَكُونُ فِى ذَلِكَ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ”
Sesungguhnya tiap-tiap kalian dikumpulkan penciptaannya dalam rahim ibunya selama 40 hari berupa Nuthfah, kemudian menjadi ‘Alaqoh (segumpal darah) selama itu juga lalu menjadi Mudhghoh (segumpal daging) selama itu juga.
ثُمَّ يُرْسَلُ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيهِ الرُّوحَ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِىٌّ أَوْ سَعِيدٌ
Kemudian diutuslah malaikat untuk meniupkan ruh kepadanya lalu diperintahkan untuk menuliskan 4 kata: rezeki, ajal, amal dan celaka/bahagianya.
فَوَالَّذِى لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا
Maka demi Allah yang tiada Tuhan selain-Nya, ada seseorang diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli surga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dan surga kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah, lalu ia melakukan perbuatan ahli neraka dan ia masuk neraka.
وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا
Ada diantara kalian yang mengerjakan amalan ahli neraka sehingga tidak ada lagi jarak antara dirinya dan neraka kecuali sehasta saja, kemudian ia didahului oleh ketetapan Allah lalu ia melakukan perbuatan ahli surga dan ia masuk surga.” (HR. Tirmidzi).
Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah pernah ditanya: “Apa rahasia di dalam zuhudmu didalam dunia?”, beliau menjawab:
علمت بأن رزقي لن يأخذه غيري فاطمئن قلبي له , وعلمت بأن عملي لا يقوم به غيري فاشتغلت به , وعلمت
أن الله مطلع علي فاستحيت أن أقابله على معصية , وعلمت أن الموت ينتظرني فأعددت الزاد للقاء الله
“Aku telah mengetahui bahwa rezekiku tidak akan pernah ada yang mengambilnya selainku, maka tenanglah hatiku untuknya. Aku telah mengetahui bahwa ilmuku tidak akan ada yang melaksanakannya selainku, maka aku menyibukkan diri dengannya. Aku telah mengetahui bahwa Allah mengawasiku, maka aku malu berhadapan dengannya dalam keadaan bermaksiat. Aku telah mengetahui bahwa kematian menghadangku, maka aku telah siapkan untuk bekal bertemu dengan Allah”.
أَخْبَرَنَا أَبُو عَبْدِ اللهِ الْحَافِظُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا بَكْرِ بْنَ أَبِي دَارِمٍ، يَقُولُ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ نَصْرِ بْنِ طَرْخَانَ، قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ أَبِي عَبْدَانَ، قَالَ: قِيلَ لِحَاتِمٍ الْأَصَمِّ: عَلَى مَا بَنَيْتَ أَمَرَكَ هَذَا مِنَ التَّوَكُّلِ؟ قَالَ: عَلَى أَرْبَعِ خِلَالٍ: عَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِي لَا يَأْكُلُهُ غَيْرِي، فَلَسْتُ اهْتَمُّ لَهُ، وَعَلِمْتُ أَنَّ عَمَلِي لَا يَعْمَلُهُ غَيْرِي، فَأَنَا مَشْغُولٌ بِهِ، وَعَلِمْتُ أَنَّ الْمَوْتَ يَأْتِينِي بَغْتَةً، فَأَنَا أُبَادِرَهُ، وَعَلِمْتُ أَنِّي بِعَيْنِ اللهِ فِي كُلِّ حَالٍ، فَأَنَا مُسْتَحْيِيٍ مِنْهُ
Al-Baihaqi meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Muhammad bin Abi Abdan beliau berkata: “Hatim Al Asham pernah bertanya: “Atas apa kamu membangun perkaramu ini adalah merupakan sikap tawakkal: “ Beliau berkata: “Di atas empat perkara: Aku telah mengetahui bahwa rezekiku tidak ada yang akan memakannya selainku, maka aku tidak memperhatikannya. Aku telah mengetahui bahwa ilmuku tidak ada yang akan mengamalkannya selainku, maka aku sibuk dengannya. Aku telah mengetahui bajwa kematian akan mendatangiku secara tiba-tiba, maka aku bersegera (mengambil bekal). Dan aku telah mengetahui bahwa aku senantiasa dalam penglihatan Allah setiap saat, maka aku malu dari-Nya.” (Atsar riwayat Al Baihaqi).
3. Seorang tidak akan dicabut nyawanya kecuali jika sudah sempurna jatah rizkinya
Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaikilah di dalam mencari (rezeki), karena sesungguhnya setiap yang bernyawa tidak akan pernah mati sampai Dia menyempurnakan rezekinya, meskipun kadang terlambat datang untuknya, maka bertakwalah kalian kepada Allah dan perbaikilah dalam mencari (rezeki), (yaitu) ambillah apa yang telah dihalalkan tinggalkanlah apa yang telah diharamkan.” (HR. Ibnu Majah)
Begitupula halnya dengan berobat. Cara berfikir setiap muslim ketika mendapatkan penyakit baik pada dirinya atau anak atau istri atau keluarganya adalah, bagaimana berobat dengan obat dan cara yang halal, yang tidak melanggar syariat serta tidak menanggalkan akidahnya. Seorang muslim semestinya tidak berfikir bagaimana penyakit yang ada ini baik pada dirinya atau anaknya atau istrinya atau keluarganya cepat sembuh walau dengan cara apapun. Seorang muslim semestinya jangan hanya berfikir: “Yang penting sembuh”, tanpa peduli terhadap haram atau halalnya. Hal ini dikarenakan beberapa hal, yaitu:
1. Allah-lah Satu-Satu-Nya Yang Menyembuhkan penyakit.
[الشعراء: 80] {وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ}
“Dan apabila aku sakit, Dialah (Allah) Yang Menyembuhkanku.” (QS. Asy-Syu’ara:80)
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika menjenguk orang sakit atau di datangkan kepada beliau, beliau berdoa:
اللَّهُمَّ أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ. وَاشْفِ فَأَنْتَ الشَّافِي لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا
(Hilangkanlah penyakit, wahai Penguasa Manusia. Sembuhkanlah, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan dari-Mu, kesembuhan yang tidak meninggalkan satu penyakitpun).” (HR. Bukhari)
Dan Allah telah memerintahkan kita untuk tidak berobat dengan sesuatu yang diharamkannya, mari perhatikan perkataan seorang Shahabat Nabi yang mengambil 70 surat langsung dari mulut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:
إِنَّ اللَّهَ لَمْ يَجْعَلْ شِفَاءَكُمْ فِيمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan kalian di dalam sesuatu yang telah diharamkan-Nya atas kalian.” (HR. Bukhari)
2. Penyakit merupakan penebus dosa
Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu berkata: “Wahai Rasulullah, manusia manakah yang paling berat ujiannya?”, beliau bersabda:
الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ يُبْتَلَى الْعَبْدُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ وَمَا عَلَيْهِ مِنْ خَطِيئَةٍ.
“Para Nabi, kemudian orang-orang yang di bawahnya, kemudian orang-orang yang dibawahnya. Seorang hamba akan diuji sesuai dengan agamanya. Jika di dalam agamanya terdapat kekuatan, maka akan bertambah berat ujiannya. Jika di dalam agamanya terdapat kelemahan, maka dia akan diuji sesuai dengan kekuatan agamanya. Masih saja ujian dirasakan oleh seorang hamba sampai dia berjalan di atas bumi dan akhirnya dalam keadaan tidak mempunyai dosa.” (HR. Ibnu Majah)
3. Sembuh atau tidak sembuh sudah ditakdirkan Allah Ta’ala.
Terakhir, kawan pembaca, sesudah membaca tulisan singkat ini, insyaAllah kita muslim yang tidak akan pernah:
- Menanggalkan akidah kita, hanya untuk mendapatkan harta dunia yang tidak kekal
dan tidak akan bisa dibawa ke dalam kubur. - Menanggalkan akidah kita, hanya untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit.
Contoh menanggalkan akidah ketika mengais rezeki;
- Meminta bantuan kepada jin, khadam, orang pintar, para dukun, tukang sihir
dalam mendatangkan harta. - Memakai jimat baik dicincin, di gantung di toko, di gantung di dalam rumah,
yang diyakini pemulus rezeki. - Memakai segala cara untuk mendapatkan harta baik dengan; menipu, mencuri,
memalsukan data, korupsi, memalsukan barang dan sebagainya, dan ini poin
lebih ringan daripada no, 1 dan 2. - Dan masih banyak cara yang lain yang haram.
Contoh menanggalkan akidah ketika berobat;
- Mendatangi “orang pintar”, “ahli spiritual” yang mengobati dengan meminta bantuan jin.
- Memakai jimat yang diyakini menyembuhkan penyakit.
- Membuat sesajen yang diperuntukkan kepada selain Allah sebagai syarat kesembuhan penyakit.
- Dan masih banyak lagi metode pengobatan yang melanggar syariat dan tidak memiliki bukti ilmiah.
Tujuan dari tulisan singkat ini adalah agar kaum muslim lebih memperhatikan bagaimana mengais rezeki yang halal dan bagaimana berobat dengan cara yang halal, daripada hanya memperhatikan “yang penting cepat sembuh dan murah” atau “yang penting dapat harta banyak” dengan mengorbankan iman dan membuka diri pada kemurkaan Allah. Tapi jika dengan cara yang halal akhirnya bisa mendapatkan banyak dapat rezeki dan cepat sembuh dari penyakit, maka itu adalah karunia dari Allah Ta’ala yang harus LEBIH disyukuri. Wallahu a’lam.
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Ahad, 28 Shafar 1433H, Dammam KSA.