بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Para Pembaca Seiman yang budiman…
Di bawah ini saya bawakan beberapa fatwa dari para ulama rahimahullah tentang seorang yang ingin mendapatkan berkahnya bulan Ramadhan tapi ternyata dia melakukan kesalahan besar yaitu meninggalkan shalat, semoga bermanfaat.
Syeikh Ibnu Baz rahimahullah berkata tentang apakah diterima puasa dan ibadah seorang yang tidak shalat:
الصحيح : أن تارك الصلاة عمدا يكفر بذلك كفرا أكبر ، وبذلك لا يصح صومه ولا بقية عباداته حتى يتوب إلى الله سبحانه؛ لقول الله عز وجل : { وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } وما جاء في معناها من الآيات والأحاديث .
وذهب جمع من أهل العلم إلى أنه لا يكفر بذلك كفرا أكبر ، ولا يبطل صومه ولا عبادته إذا كان مقرا بالوجوب ، ولكنه ترك الصلاة تساهلا وكسلا .
والصحيح : القول الأول ، وهو أنه يكفر بتركها كفرا أكبر إذا كان عامدا ولو أقر بالوجوب ؛ لأدلة كثيرة ، منها قول النبي صلى الله عليه وسلم : « بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة » خرجه مسلم في صحيحه ، من حديث جابر بن عبد الله رضي الله عنهما ، ولقوله صلى الله عليه وسلم : « العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر » خرجه الإمام أحمد ، وأهل السنن الأربع بإسناد صحيح ، من حديث بريدة بن الحصيب الأسلمي رضي الله عنه.
Pendapat yang benar adalah bahwa seorang yang meninggalkan shalat dengan sengaja, maka ia kafir dengan hal itu dengan kekafiran yang akbar, dengan demikian tidak sah puasanya dan tidak diterima darinya ibadah-ibadahnya sampai ia bertaubat kepada Allah Ta’ala, hal ini berdasarkan firman Allah Azza wa Jalla:
{وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ} [الأنعام: 88]
Artinya: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” QS. Al An’am: 88.
Dan sebagian dari para ulama berpendapat bahwa ia tidak kafir dengan kekafiran yang akbar dan tidak batal puasanya serta ibadahnya-ibadahnya jika ia mengakui kewajiban (shalat tersebut-pent), akan tetapi ia meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan.
Dan pendapat yang benar adalah pendapat yang pertama, yaitu bahwa ia kafir akibat meninggalkan shalat dengan kekafiran yang akbar jika dilakukan dengan sengaja, meskipun ia mengakui kewajiban, hal ini berdasarkan dalil yang sangat banyak, diantaranya sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
« إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ ».
Artinya:“Jarak antar seseorang dengan kesyirikan dan keafiran adalah meninggalkan shalat.” HR. Muslim (82), Tirmidzi (2620), Abu Daud (4678), Ibnu Majah (1078), Ahmad (3/370), Ad Darimy (1233).
Dan juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam:
« الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ ».
Artinya: “Perjanjian yang ada antara kami dengan mereka adalah perihal shalat, maka siapa yang meninggalkannya sungguh ia telah kafir.” HR. Ahmad (5/346) dan Imam yang empat yang memiliki kitab Sunan (Tirmidzi (2621), An Nasai (463), Ibnu Majah (1079) dari hadits Buraidah Bin Hushaib Al Aslamy radhiyallahu ‘anhu.” Fatwa ini disebarkan di Majalah ad Dawah no. 1451, dengan tanggal 20/2/1415H.
Berkata Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah tentang seorang yang berpuasa dan tidak shalat, apakah sah puasanya:
فأجاب رحمه الله تعالى: الذي يصوم ولا يصلى لا يقبل منه صوم، لأنه كافر مرتد ولا تقبل منه زكاة ولا صدقة ولا أي عمل صالح، لقول الله تعالى (وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ) فإذا كانت النفقة وهي إحسان إلى الغير لا تقبل من الكافر فالعبادة القاصرة التي لا تتجاوز فاعلها من باب أولى، وعلى هذا فالذي يصوم ولا يصلى هو كافر والعياذ بالله وصومه باطل وكذلك جميع أفعاله الصالحة لا تقبل منه.
“Seorang yang berpuasa tetapi tidak shalat, maka tidak diterima dari puasa, karena ia kafir murtad, tidak diterima darinya zakat, sedekah atau amal shalih apapun, hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
(وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلاَّ أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلاَّ وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنفِقُونَ إِلاَّ وَهُمْ كَارِهُونَ)
Artinya: “Dan tidak ada yang menghalangi mereka untuk diterima dari mereka nafkah-nafkahnya melainkan karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menafkahkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan.” QS. At Taubah: 54.
Jika sedekah yang itu adalah berbuat baik kepada orang lain tidak diterima dari seorang kafir, maka ibadah yang terbatas untuk dirinya lebih utama lagi untuk tidak diterima, oleh sebab inilah seorang yang puasa dan tidak shalat maka ia kafir, semoga Allah melindungi kita, dan puasa batal dan demikian pula seluruh amalan-amalan shalihnya tidak diterima darinya.” Lihat fatawa Nur ‘Ala Ad Darb, 32/124 (syamela).
Syeikh Shalih Fauzan hafizhahullah berkata tentang seorang yang berpuasa tetapi tidak shalat:
أما الصيام مع ترك الصلاة فإنه لا يجدي ولا ينفع ولا يصح مع ترك الصلاة، ولو عمل الإنسان مهما عمل من الأعمال الأخرى من الطاعات فإنه لا يجديه ذلك مادام أنه لا يصلي لأن الذي لا يصلي كافر، والكافر لا يقبل منه عمل، فلا فائدة من الصيام مع ترك الصلاة .
والواجب عليهم أن يقيموا الصلاة ويقيموا أركان الإسلام كلها، لأن الإسلام بني على خمسة أركان لابد من إقامتها، ومن آكدها بعد الشهادتين الصلاة وهي عمود الإسلام فمن ترك الصلاة فإنه لا يصح منه عمل من الأعمال الأخرى، والله أعلم .
“Adapun berpuasa dengan meninggalkan shalat maka tidak ada gunanya, tidak bermanfaat, jika disertai dengan meninggalkan shalat, meskipun seseorang mengerjakan apa saja dari amal perbuatan lainnya dari ketaatan, maka sesungguhnya hal itu tidak memberikan apa-apa kepadanya selama ia tidak shalay, karena orang yang tidak shalat kafir dan seorang kafir tidak diterima darinya sebuah amal ibadahpun, maka tidak ada faedah dari puasa yang disertai dengan meninggalkan shalat.
Dan Wajib bagi mereka untuk mendirikan shalat dan mendirikan seluruh rukun Islam, karena Islam dibangun di atas lima rukun harus mendirikan selurhnya, dan yang paling utama darinya setelah dua kalimat syahadat adalah shalat dan ia adalah tiangnya Islam, barangsiapa yang meninggalkannya maka tidak sah darinya satu amal pun dari amal lainnya.” Wallahu a’lam. Lihat Kitab Al Muntaqa Min Fatawa Al Fauzan, no. 101.
Jawaban Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa Arab Saudi kepada seorang yang bertanya tentang pamannya yang terkadang shalat terkadang tidak tetapi berpuasa:
انصح عمك بالمحافظة على الصلاة ، وبين له أنها أهم ركن في الإسلام بعد الشهادتين ، وأن تركهما كفر لا يصح صومه مع تركها ، ولا يقبل منه عمل إلا إذا أداها.
“Nasehati pamanmu untuk selalu menjaga shalat, jelaskan kepadanya bahwa shalat adalah rukun yang paling penting setelah dua kalimat syahadat, dan penginggalan keduanya adalah sebuah kekafiran tidak sah puasanya dengan disertai meninggalkan shalat, dan tidak diterima darinyasebuah amal pun kecuai jika ie menunaikan shalat.” Lihat Fatwa AlLajnah Ad Daimah, 12/363.
Semoga bermanfaat, terutama menjelang bulan Ramadhan penuh berkah.
Ahmad Zainuddin
Sabtu, 17 Sya’ban 1433H.