بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وىله وصحبه أجمعين, أما بعد:
1. Imam meletakkan di depannya sutrah (pembatas), hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallhu ‘anhuma:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا خَرَجَ يَوْمَ الْعِيدِ أَمَرَ بِالْحَرْبَةِ فَتُوضَعُ بَيْنَ يَدَيْهِ ، فَيُصَلِّى إِلَيْهَا وَالنَّاسُ وَرَاءَهُ ، وَكَانَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِى السَّفَرِ ، فَمِنْ ثَمَّ اتَّخَذَهَا الأُمَرَاءُ
Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika keluar pada hari id beliau memerintahkan untuk diambilkan tombak dan diletakkan di hadapan beliau, lalu beliau shalat menghadap kepadanya dan kaum muslimin berada di belakang beliau, dan senantiasa beliau melakukan itu ketika bepergian, dari sinilah para pemimpin mengambil kebiasaan itu”. HR. Bukhari, no. 494.
2. Shalat id dilakukan dua rakat
dan tidak ada khilaf dalam masalah ini di antara para ulama, karena hal ini sudah mutawatir kabarnya tentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya tidak lebih dari dua raka’at dan juga berdasarkan perkataan Umar radhiyallhu ‘anhu:
صَلاَةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ وَصَلاَةُ الْفِطْرِ رَكْعَتَانِ وَصَلاَةُ الأَضْحَى رَكْعَتَانِ وَصَلاَةُ السَّفَرِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ مُحَمَّدٍ -صلى الله عليه وسلم.
Artinya: “Shalat Jum’at dua rakaat, shalat idulfitri dua rakaat, shalat iduladha dua rakaat, shalat ketika safar dua rakaat, sempurna tidak kurang melalui lisan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. HR. an-Nasa-i, no. 1419 dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Shahih Ibnu Majah, no. 1064.
3. Shalat id dilaksanakan sebelum khotbah. Berdasarkan riwayat dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu;
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى ، فَأَوَّلُ شَىْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ
Artinya: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar ke mushalla pada hari idulfitri dan iduladha, yang pertama kali beliau lakukan adalah shalat”. HR. Bukhari, no. 956 dan Muslim, no. 889.
4. Pada rakaat pertama bertakbiratul ihram lalu membaca doa istiftah, kemudian bertakbir sebanyak enam kali. Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash radhiyallhu ‘anhuma, nabi Muhammadh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
التَّكْبِيرُ فِى الْفِطْرِ سَبْعٌ فِى الأُولَى وَخَمْسٌ فِى الآخِرَةِ وَالْقِرَاءَةُ بَعْدَهُمَا كِلْتَيْهِمَا
Artinya: “Takbir di dalam shalat idul fitri tujuh takbir di rakaat pertama dan lima di rakaat kedua dan bacaan setelah kedua-duanya”. HR. Abu Daud, no. 1151 dan dihasankan oleh al-Albani di dalam Kitab Shahih Abu Daud, 1/315.
dan juga berdasarkan riwayat dari ‘Aisyah radhiyallhu ‘anha;
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَبَّرَ فِى الْفِطْرِ وَالأَضْحَى سَبْعًا وَخَمْسًا سِوَى تَكْبِيرَتَىِ الرُّكُوعِ.
Artinya: “Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertakbir di dalam shalat idulfitri dan iduladha, tujuh dan lima selain dua takbir ruku’”. HR. Ibnu Majah, no. 1279 dan dihasankan oleh al-Albani, di dalam Shahih Abu Daud, 1/315. At-Tirmidzi berkata: “Aku telah bertanya tentang hadits ini, beliau menjawab: “Dia adalah hadits shahih”.
Pada perihal tujuh takbir di rakaat pertama terjadi perbedaan pendapat; ada yang mengatakan tujuh bersamaan dengan takbiratul ihram dan yang lain berpendapat tujuh takbir selain takbiratul ihram.
Berkata Ibnu Baz rahimahullah: “Tujuh takbir ini di dalamnya takbiratul ihram dan di rakaat kedua bertakbir lima takbir selai takbir perpindahan”. Ketika beliau menjelaskan tentang hadits no. 519 dari kitab Bulugh al-Maram.
Renungkan perkataan berikut, semoga bermanfaat.
Berkata Ibnu Utsaimin rahimahullah:
فأقول : جزى الله الإمام أحمد خيراً على هذه الطريقة الحسنة : (أن السلف إذا اختلفوا في شيء ، وليس هناك نص فاصل ، فإن الأمر يكون واسعاً كله جائز) “
Artinya: “Saya berkata: “Semoga Allah memberikan ganjaran kebaikan atas metode yang baik ini, yaitu: Bahwa para salaf jika terjadi perbedaan pada sesuatu dan tidak ada disana nash yang tegas, maka perkara menjadi luas, seluruhnya boleh.” Lihat kitab Asy Syarh Al Mumti’, 5/136-138.
5. Kemudian membaca ta’awwudz lalu surat Al fatihah, kemudian disunnahkan membaca surat Qaaf, hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid Al Alaitsi radhiyallahu ‘anhu bahwa Umar bin Khaththab radhiyallhu ‘anhu bertanya kepadanya tentang apa yang di baca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat idulfitri dan iduladha, beliau menjawab: “Beliau membaca di dalam kedua shalat itu surat:
( ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ)
HR. Muslim, no. 891.
atau membaca surat al-A’la, hal ini berdasarkan hadits dari an- Nu’man bin Basyir radhiyallhu ‘anhu; “Pernah Rasulullah membaca di dalam dua shalat id (idulfitri dan iduladha) dan di dalam shalat Jumat:
(سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ)
HR. Muslim, no. 878.
6. Kemudian pada rakaat kedua bertakbir sebanyak lima kali selain takbir perpindahan dari sujud ke berdiri. Hal ini berdasarkan hadits dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, HR. Ibnu Abi Syaibah 2/5/1, dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam Kitab Irwa-‘ al-Ghalil, 3/111.
7. Lalu membaca surat Al Fatihah dan disunnahkan membaca surat al-Qamar, hal ini berdasarkan hadits Abu Waqid Al Alaitsi radhiyallahu ‘anhu bahwa Umar bin Khaththab radhiyallhu ‘anhu bertanya kepadanya tentang apa yang di baca Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam shalat Idulfitri dan Iduladha, beliau menjawab: “Beliau membaca di dalam kedua shalat itu surat:
(اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)
HR. Muslim, no. 891.
atau surat Al Ghasyiyah, hal ini berdasarkan hadits dari an- Nu’man bin Basyir radhiyallhu ‘anhu; “Pernah Rasulullah membaca di dalam dua shalat id (idulfitri dan iduladha) dan di dalam shalat Jumat:
(هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ )
HR. Muslim, no. 878.
8. Dan tidak mengapa mengangkat tangan di setiap takbir-takbir tadi, menurut pendapat sebagian para Ulama seperti ‘Atha-‘, al-Auza’I, Abu Hanifah, asy-Syafi’ie, Ahmad serta Ibnu Baz rahimahumullahu, diriwayatkan tentang Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya beliau mengangkat tangan ketika setiap takbir pada shalat jenazah dan shalat id. Riwayat al-Atsram.
Sedangkan sebagian ulama seperti: Malik dan ats-Sauri rahimahumallahu berpendapat tidak mengangkatnya dan al-Albani melemahkan riwayat yang menjelaskan tentang Umar radhiyallhu ‘anha, bahwasanya beliau mengangkat tangan ketika setiap takbir pada shalat jenazah dan shalat id. Lihat al-Irwa-‘, 3/11.
Dalam ‘Ahkmul Janaiz’ hal 148, berkata Al Albani rahimahullah:
“فمن كان يَظُنُّ أنَّه- أي ابن عمر- لا يفعل ذلك إلا بتوقيفٍ مِن النبي – صلى الله عليه وسلم – ، فله أنْ يَرْفَعَ “.
“Siapa yang menganggap bahwasanya Ibnu Umar tidak mengerjakan hal itu kecuali dengan tauqif dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka silakan ia untuk mengangkat tangan ketika bertakbir”.
9. Dan tidak mengapa mengucapkan Allahu Akbar, alhamdulillah, subhanallah, bershalawat atas Nabi Muhammad dan berdoa di antara takbir-takbir pada raka’at pertama dan kedua tadi, sebagaimana jawaban Ibnu Mas’ud radhiyallhu ‘anha ketika ditanya oleh al-Walid bin ‘uqbah: “Telah datang hari raya id, apa yang harus aku perbuat?”
تقول: الله أكبر، وتحمد الله، وتثني عليه، وتصلي على النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وتدعو الله، ثم تكبر، وتحمد الله وتثني عليه، وتصلي على النبي – صلى الله عليه وسلم – ، ثم تكبر، وتحمد الله، وتثني عليه وتصلي على النبي – صلى الله عليه وسلم – ، وتدعو الله، ثم تكبر، وتحمد الله، وتثني عليه، وتصلي على النبي – صلى الله عليه وسلم – وتدعو الله ثم تكبر، فقال حذيفة وأبو موسى: أصاب))
“Kamu mengucapkan Allahu Akbar, alhamdulillah, subhanallah, bershalawat atas Nabi Muhammad dan berdoa kepada Allah, kemudian Kamu mengucapkan Allahu Akbar, alhamdulillah, subhanallah, bershalawat atas Nabi Muhammad dan berdoa kepada Allah, kemudian Kamu mengucapkan Allahu Akbar, alhamdulillah, subhanallah, bershalawat atas Nabi Muhammad dan berdoa kepada Allah”, Hudzaifah dan Abu Musa radhiyallahu ‘anhuma mengatakan: “Dia (Abdullah bin Mas’ud) telah benar”. Riwayat ath-Thabarani di dalam al-Mu’jam al-Kabir, no hadits: 9515 dan dishahihkan oleh al-Albani di dalam kitab Al-‘Irwa-‘ 3/115).
10. Dan sisa gerakan shalat id seperti shalat lainnya, tidak berbeda sedikitpun, seperti ruku, I’tidal, sujud, duduk diantara dua sujud serta duduk tasyahhud.
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Jumat, 29 Ramadhan 1433H, Dammam KSA