بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:
Saudaraku seiman…
Pada pembahasan kali ini masih membicarakan tentang salah satu adab berhutang, yaitu menjamin hutang dan cara yang ketiga menjamin hutang adalah dengan:
3. Menjamin dengan Penulisan hutang
Di dalam hukum Islam terdpat syariat penulisan terhadap hutang piutang sebagai bentuk penjaminan atas hutang tersebut sehingga seluruhnya di atas kejelasan, seluruh perkara hutang piutang hitam di atas putih. Yang menyebabkan yang berhutang tidak dizhalimi dan juga yang memberikan piutang terjaga hartanya.
Mari perhatikan ayat dan hadits berikut:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ} [البقرة: 282]
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan.” QS. Al Baqarah: 282.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- « لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ آدَمَ وَنَفَخَ فِيهِ الرُّوحَ عَطَسَ فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ فَحَمِدَ اللَّهَ بِإِذْنِهِ فَقَالَ لَهُ رَبُّهُ يَرْحَمُكَ اللَّهُ يَا آدَمُ اذْهَبْ إِلَى أُولَئِكَ الْمَلاَئِكَةِ إِلَى مَلإٍ مِنْهُمْ جُلُوسٍ فَقُلِ السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ. قَالُوا وَعَلَيْكَ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ. ثُمَّ رَجَعَ إِلَى رَبِّهِ فَقَالَ إِنَّ هَذِهِ تَحِيَّتُكَ وَتَحِيَّةُ بَنِيكَ بَيْنَهُمْ. فَقَالَ اللَّهُ لَهُ وَيَدَاهُ مَقْبُوضَتَانِ اخْتَرْ أَيَّهُمَا شِئْتَ قَالَ اخْتَرْتُ يَمِينَ رَبِّى وَكِلْتَا يَدَىْ رَبِّى يَمِينٌ مُبَارَكَةٌ. ثُمَّ بَسَطَهَا فَإِذَا فِيهَا آدَمُ وَذُرِّيَّتُهُ فَقَالَ أَىْ رَبِّ مَا هَؤُلاَءِ فَقَالَ هَؤُلاَءِ ذُرِّيَّتُكَ فَإِذَا كُلُّ إِنْسَانٍ مَكْتُوبٌ عُمْرُهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ فَإِذَا فِيهِمْ رَجُلٌ أَضْوَؤُهُمْ أَوْ مِنْ أَضْوَئِهِمْ. قَالَ يَا رَبِّ مَنْ هَذَا قَالَ هَذَا ابْنُكَ دَاوُدُ قَدْ كَتَبْتُ لَهُ عُمْرَ أَرْبَعِينَ سَنَةً. قَالَ يَا رَبِّ زِدْهُ فِى عُمْرِهِ. قَالَ ذَاكَ الَّذِى كَتَبْتُ لَهُ. قَالَ أَىْ رَبِّ فَإِنِّى قَدْ جَعَلْتُ لَهُ مِنْ عُمْرِى سِتِّينَ سَنَةً قَالَ أَنْتَ وَذَاكَ. قَالَ ثُمَّ أُسْكِنَ الْجَنَّةَ مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ أُهْبِطَ مِنْهَا فَكَانَ آدَمُ يَعُدُّ لِنَفْسِهِ. قَالَ فَأَتَاهُ مَلَكُ الْمَوْتِ فَقَالَ لَهُ آدَمُ قَدْ عَجِلْتَ قَدْ كُتِبَ لِى أَلْفُ سَنَةٍ. قَالَ بَلَى وَلَكِنَّكَ جَعَلْتَ لاِبْنِكَ دَاوُدَ سِتِّينَ سَنَةً فَجَحَدَ فَجَحَدَتْ ذُرِّيَّتُهُ وَنَسِىَ فَنَسِيَتْ ذُرِّيَّتُهُ. قَالَ فَمِنْ يَوْمِئِذٍ أُمِرَ بِالْكِتَابِ وَالشُّهُودِ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketika Allah telah menciptakan Adam dan meniupkan di dalamnya ruh, ia bersin, lalu mengucapkan Alhamdulillah, lalu ia memuji Allah dengan izinnya, lalau Rabbnya berkata kepadanya: “Semoga Allah merahmati wahai Adam, pergilah kepada para malaikat itu, kepada kelompok dari mereka yang sdang duduk dan ucapkanlah “Assalamu’alaikum”, para malaikat menajwab: “Wa’alaikumussalam warahmatullahi”, kemudian ia kembali kepada Rabbnya, maka ia berkata: “Sesungguhnya ini adalah salammu dan salam keturunanmu diantara mereka.” Allah yang memiliki dua tangan tertutup berkata kepada Adam: “Pilihlah salah satu diantara keduanya”, Adam berkata: “aku memilih tangan kanan Rabbku, dan kedua tangannya adalah kanan penuh dengan berkah.” Kemudian Allah membuka tangan-Nya ternyata di dalamnya terdapat Nabi Adam dan keturunannya, Adam berkata: ‘Wahai rabbku, siapakah mereka?”, Allah menjawab: “Mereka adalah keturunanmu”, ternyata setiap manusia tertulis umurnya di antara kedua matanya, lalu diantara mereka terdapat seseorang yang paling bercahaya atau dari yang paling bercahaya. Lalu Adam bertanya: “Wahai rabbku, siapakah ini?”, Allah Menjawab: “Ini adalah anakmu Daud, aku telah menuliskan untuknya umur selama 40 tahun”, Adam berkata: “Wahai Rabbku, tambahkanlah umur kepadanya”, Allah menjawab: “itulah yang telah kutetapkan untuknya”, Adam berkata: ‘Wahai Rabbku, sesungguhnya aku telah menjadikan untuknya dari umurku enam puluh tahun”, Allah berkata: “Silahkan kamu berbuat demikian”, kemudian Adam ditempatkan di dalam surga sekehendak Allah lalu ia dikeluarkan darinya, dan Adam selalu menghitung umur dirinya, lalu datang malaikat maut. Adam berkata kepadanya: “Kamu terlalu tergesa-gesa, telah dituliskan untukku umur selama seribu tahun.” Malaikat menjawab: “Benar, tetapi kamu telah memberikannya untuk anakmu Daud sebanyak enam puluh tahun”, beliau menolak maka seluruh keturunannyapun menolak dan adam lupa maka seluruh keturunannyapun lupa. Setelah itu diperintahkan untuk penulisan dan persaksian.” HR. Tirmidzi.
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى) حَتَّى بَلَغَ ( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا) فَقَالَ هَذِهِ نَسَخَتْ مَا قَبْلَهَا.
Artinya: “Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu membaca ayat ini:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى)
“Artinya: ““Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang kepada batas waktu yang ditentukan maka tulislah.”
Sampai kepada ayat:
( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ).
“Artinya: “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).” Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ayat ini menghapuskan bagian yang sebelumnya.” HR. Ibnu Majah.
Dari ayat dan hadits di atas menunjukkan bahwa penulisan adalah sandaran yang kuat di dalam penjaminan hutang.
Dan terjadi perbedaan pendapat diantara ulama tentang hukum penulisan hutang piutang, apakah wajib atau hanya dianjurkan:
Pendapat Pertama: Perintah untuk menulis hutang piutang hukumnya adalah wajib, DAN INI ADALAH PENDAPATNYA IBNU JARIR ATH THABARI. lihat kitab Jami’ al bayan, karya Ath Tahbari.
Pendapat kedua: Perintah untuk menulis hutang piutang hukumnya adalah untuk anjuran dan saran saja, DAN INI ADALAH PENDAPAT IMAM YANG EMPAT. Lihat kitab Ahkam Al Quran, karya Ar RAzi, 1/482 dan Al Jami’ Li Ahkam Al Quran, karya Al Qurthubi, 3/383 serta Ahkam Al Quran, karya Asy Syafi’ie, 2/126-127.
Mari kita perhatikan perbedaan pendapat ini, dijelaskan oleh Imam Ath Thabari rahimahullah:
PENDAPAT PERTAMA:
Ath Thabari rahimahullah berkata:
قال أبو جعفر: يعني جل ثناؤه بقوله:”فاكتبوه”، فاكتبوا الدين الذي تداينتموه إلى أجل مسمى، من بيع كان ذلك أو قرض.
Berkata Abu Ja’far: “Yang dimaksud dengan firman Allah Azza wa Jalla “Maka tulislah oleh kalian seluruhnya”: maka tulislah oleh kalian hutang yang kalian berhutang piutang dengannya kepada batas waktu yang ditentukan, baik dari perihal jual beli atau pinjaman.” Lihat Tafsir Ath Thabary, 6/47.
واختلف أهل العلم في اكتتاب الكتاب بذلك على من هو عليه، هل هو واجب أو هو ندب. فقال بعضهم: هو حق واجب وفرض لازم.
Artinya: “Para ulama berbeda di dalam perihal penulisan tentang hak orang lain, apakah wajib atau dianjurkan?” sebagian ada yang berpendapat: “Ia adalah kewajiban dan keharusan.”
Ath Thabari rahimahullah berkata:
عن الربيع في قوله:”إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه”، فكان هذا واجبا.
“Ar Rabi’ menafsirkan di dalam firman-Nya: “Jika kalian berhutang dengan hutang kepada ajal yang sudah ditentukan, maka tulislah”, maka ini adalah wajib.”
Ath Thabari rahimahullah berkata:
قال أبو جعفر: والصواب من القول في ذلك عندنا: أن الله عز وجل أمر المتداينين إلى أجل مسمى باكتتاب كتب الدين بينهم، وأمر الكاتب أن يكتب ذلك بينهم بالعدل، وأمر الله فرض لازم، إلا أن تقوم حجة بأنه إرشاد وندب. ولا دلالة تدل على أن أمره جل ثناؤه باكتتاب الكتب في ذلك، وأن تقدمه إلى الكاتب أن لا يأبى كتابة ذلك، ندب وإرشاد، فذلك فرض عليهم لا يسعهم تضييعه، ومن ضيعه منهم كان حرجا بتضييعه.
“Dan yang benar dari pendapat dalam hal itu bagi kami adalah: Bahwa Allah Azza wa JJalla memerintahkan yang berhutang pada batas waktu yang sudah ditentukan untuk menulis hutang yang ada diantara mereka dan memerintahkan penulis menulis itu dengan adil diantara mereka, dan perintah Allah adalah perkara yang wajib kecuali ada dalil yang menunjukkan bahwasanya ia adalah anjuran dan saran. Dan tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa perintah Allah Azza wa Jalla terhadap penulisan hutang itu dan dihadapkan kepada seorang penulis yang tidak boleh menolak penulisan itu adalah sebuah anjuran dan saran, maka hal itu menunjukkan bahwa ia adalah sesuatu yang wajib atas mereka, tidak ada keluasan bagi mereka menyia-nyiakannya dan barangsiapa yang menyia-nyiakannya dari mereka maka niscaya itu adalah sebagai dosa disebabkan peremehannya.” Lihat kitab Ath Thabari, 6/53.
PENDAPAT KEDUA:
Ath Thabari rahimahullah berkata:
قال آخرون: كان اكتتاب الكتاب بالدين فرضا، فنسخه قوله🙁 فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ).
Dan (para ulama) yang lain berkata: “Awalnya penulisan hutang adalah wajib, lalu dihapuskan dengan firman-Nya:
( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ).
“Artinya: “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).”
Beliau juga berkata:
عن عامر في هذه الآية:”يا أيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى ” حتى بلغ هذا المكان:”فإن أمن بعضكم بعضا فليؤد الذي اؤتمن أمانته”، قال: رخص من ذلك، فمن شاء أن يأتمن صاحبه فليأتمنه.
‘Amir menafsirkan ayat ini:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فاكتبوه)
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang kepada batas waktu yang ditentukan maka tulislah”.
Sampai pada ayat ini:
( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ).
Artinya: “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).” Diringankan dari hal penulisan itu, barangsiapa yang mempercayai kawannya, maka tunaikanlah amanahnya.” Lihat kitab Tafsir Ath Thabari, 6/47-49
Asy Syafi’ie rahimahullah juga menjelaskan hukum penulisan hutang adalah hanya sebatas anjuran dan saran saja:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : { إذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ } ؛ ثُمَّ قَالَ فِي سِيَاقِ الْآيَةِ : { وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اُؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ } ؛ فَلَمَّا أَمَرَ إذَا لَمْ يَجِدُوا كَاتِبًا بِالرَّهْنِ ؛ ثُمَّ أَبَاحَ : تَرْكَ الرَّهْنِ ؛ وَقَالَ : { فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي } فَدَلَّ عَلَى [ أَنَّ ] الْأَمْرَ الْأَوَّلَ دَلَالَةٌ عَلَى الْحَظِّ لَا فَرْضٌ مِنْهُ ، يَعْصِي مَنْ تَرَكَهُ ، وَاَللَّهُ أَعْلَمُ .
Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman:
{ إذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ }
Kemudian Allah berfirman pada redaksi ayat:
{ وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اُؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ }
Ketika Dia memerintahkan, jika mereka tidak mendapati seorang penulis maka diganti dengan penggadaian, kemudia Dia memperbolehkan untuk meninggalkan penggadaian, Dia berfirman:
: { فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اُؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ }
Maka ini menunjukkan bahwa perintah yang pertama adalah sebagai anjuran, bukan sebagai kewajiban, yang berarti bermaksiat bagi siapa yang meninggalkannya.” Lihat kitab Ahkam Al Quran, karya Asy Syafi’ie, 2/126-127.
Pendapat yang dipilih adalah PENDAPAT YANG KEDUA, YAITU PERINTAH UNTUK MENULIS HUTANG DAN PIUTANG HUKUMNYA HANYA ANJURAN DAN SARAN.
DAN YANG MENGUATKAN PENDAPAT INI ADALAH HADITS:
عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ قَالَ تَلاَ هَذِهِ الآيَةَ (يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى) حَتَّى بَلَغَ ( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا) فَقَالَ هَذِهِ نَسَخَتْ مَا قَبْلَهَا.
Artinya: “Abu Sa’id Al Khudry radhiyallahu ‘anhu membaca ayat ini:
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى)
“Artinya: ““Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang dengan sebuah hutang kepada batas waktu yang ditentukan maka tulislah.”
Sampai kepada ayat:
( فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ ).
“Artinya: “Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya).” Abu Sa’id radhiyallahu ‘anhu berkata: “Ayat ini menghapuskan bagian yang sebelumnya.” HR. Ibnu Majah.
Dan yang mengikuti tafsiran ini ada Asy Sya’bi, Ibnu Juraij dan Ibnu Zaid. lihat kitab Al Mughni 6/381-382.
TETAPI…
MESKIPUN HANYA DIANJURKAN DAN TIDAK DIWAJIBKAN, SEMESTINYA DITEKANKAN DAN SANGAT DIANJURKAN UNTUK MENULIS HUTANG PIUTANG, BAHKAN ALLAH TA’ALA TELAH MENGULANG PERINTAH UNTUK MENULIS:
{وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ} [البقرة: 282]
Artinya: “dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya.”
DAN ALLAH TELAH MENJELASKAN MANFAAT DARI PENULISAN:
{ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا} [البقرة: 282]
Artinya: “Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu.”
DAN ALLAH TELAH MEMEREINTAHKAN PENULIS UNTUK TIDAK MENAHAN DIRI DARI PENULISAN:
{وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ} [البقرة: 282]
Artinya: “Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya.” QS. Al Baqarah: 282.
ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Sabtu, 3 Jumadal Ula 1434H, Dammam KSA.