Sering saya dicurhati para suami…
Seorang suami berkata: “Istri saya memaksa untuk minta jimat agar lancar usaha, saya sudah katakan cukup Allah tempat bersandar…”
Yang lain berkata: “Istri saya memaksa saya melakukan amalan yang belum ada contohnya dari Nabi, katanya takut dijauhi orang kampung…”
Yang lain berkata: “Istri saya melarang saya shalat berjamaah di masjid…”
Yang lain berkata: “Istri saya melarang saya mengikuti kajian Islam terus, padahal saya sudah sediakan waktu untuk mencari nafkah…”
Yang lain berkata: “Istri Saya memaksa saya untuk berjabat tangan dengan teman perempuannya, dibilang sayanya malu-maluin di depan teman-temannya…”
Yang lain berkata: “Istri saya memaksa saya untuk berkumpul tanpa hijab kawan-kawan perempuannya, saya dibilang sok suci…”
Yang lain berkata: “Istri saya melarang saya memanjangkan jenggot, bahkan dengan lancangnya ia menggunting paksa…”
Yang lain berkata: “Istri saya minta cerai jika suaminya tetap melarangnya mendengarkan musik, padahal istri saya tidak dapat baca Al Quran dan sedikit hafalannya…”
Yang lain berkata: “Istri saya melarang saya berteman dengan orang-orang yang mengamalkan Sunnah…”
Yang lain berkata: “Istri saya memaksa saya untuk pergi ke Mall, bersenang-senang dan lain sebagainya serta meninggalkan majelis ilmu, padahal sudah ada waktu untuk refreshing…”
Yang lain berkata: “Istri saya mengancam saya minta cerai!! jika masih mengangkat celana dari dua mata kaki…”
Dan…curhatan yang lain, cerita yang begitu panjang jika ditorehkan dalam tulisan ini…
Saya hanya dapat berpesan kepada para istri:
1. Wahai para istri yang mulia…apa salah suami kalian, jika mereka mulai menerapkan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِى فَلَيْسَ مِنِّى
Artinya: “…Barangsiapa yang membenci sunnahku (ajaranku), maka buka dariku.” HR. Bukhari.
2. Wahai para istri yang mulia…apa salah suami kalian, jika mereka teguh dalam Sunnah.
Bukankah suami seperti ini idaman:
« إِذَا خَطَبَ إِلَيْكُمْ مَنْ تَرْضَوْنَ دِينَهُ وَخُلُقَهُ فَزَوِّجُوهُ إِلاَّ تَفْعَلُوا تَكُنْ فِتْنَةٌ فِى الأَرْضِ وَفَسَادٌ عَرِيضٌ ».
Artinya: “Jika melamar kalian seorang yang kalian rela terhadap agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan anak perempuan kalian-pent), jika tidak maka terjadi pada kalian keadaan genting dibumi dan kerusakan yang merata.” HR. Tirmidzi.
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Selasa, 20 Rabi’uts Tsani 1436