Keluarga Muslim

Kunci Sukses BerumahTangga (Bag. 3)

Tolong Menolong dalam ketaatan dan Kebaikan

بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:

Salah Prinsip yang sangat mendasar dalam ajaran Islam adalah salaing tolong menolong di dalam kebaikan dan ketakwaan, tetapi tidak di dalam keburukan dan dosa.

Allah Ta’ala berfirman:

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]

Artinya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” Qs. Al Maidah: 2.

Berkata Ibnu Katsir rahimahullah:

يأمر تعالى عباده المؤمنين بالمعاونة على فعل الخيرات، وهو البر، وترك المنكرات وهو التقوى، وينهاهم عن التناصر على الباطل.

Artinya: “Allah Ta’ala memerintahkan para hamba-Nya yang beriman untuk saling tolong menolong dalam kebaikan yaitu Al Birr, dan meninggalkan kemungkaran yaitu takwa dan melarang mereka untuk menolong dalam kebatilan dan dalam dosa dan yang diharamkan.” Lihat tafsir Ibnu Katsir rahimahullah.

Berkata Syeikh Abdurrahman Bin Nashir As Sa’dy rahimahullah:

{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى} أي: ليعن بعضكم بعضا على البر. وهو: اسم جامع لكل ما يحبه الله ويرضاه، من الأعمال الظاهرة والباطنة، من حقوق الله وحقوق الآدميين.

والتقوى في هذا الموضع: اسم جامع لترك كل ما يكرهه الله ورسوله، من الأعمال الظاهرة والباطنة. وكلُّ خصلة من خصال الخير المأمور بفعلها، أو خصلة من خصال الشر المأمور بتركها، فإن العبد مأمور بفعلها بنفسه، وبمعاونة غيره من إخوانه المؤمنين عليها، بكل قول يبعث عليها وينشط لها، وبكل فعل كذلك.

“Hendaknya sebagian kalian menolong sebagian yang lain dalam al birr, dan ia adalah sebuah kata yang mencakup setiap apa yang dicintai oleh Allah dan diridha-Nya berupa amalan-amalan yang lahir dan batin dari hak-hak Allah dan manusia. Takwa di dalam tempat ini adalah: kata yang mencakup untuk meninggalkan setiap apa yang dibenci oleh Allah dan rasul-Nya baik berupa amalan yang zhahir atau yang batin,  dan setiap sifat dari sfat-sifat kebaikan yang diperintahkan untuk mengerjakannya dan setiap keburukan dari keburukan-keburukanyang diperintahkan untuk meninggalkannya, maka sesungguhnya seorang hamba diperintahkan untuk melakukannya sendiri dan memberikan pertolongan kepada saudara-saudaranya kaum mukmin dalam melaksanakannya dengan memberikan ucapan dan perbuatan yang memotivasi dan menyemangatinya untuk mengerjakan.”

عَنْ أَنَسٍ – رضى الله عنه – قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – « انْصُرْ أَخَاكَ ظَالِمًا أَوْ مَظْلُومًا » . فَقَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنْصُرُهُ إِذَا كَانَ مَظْلُومًا ، أَفَرَأَيْتَ إِذَا كَانَ ظَالِمًا كَيْفَ أَنْصُرُهُ قَالَ « تَحْجُزُهُ أَوْ تَمْنَعُهُ مِنَ الظُّلْمِ ، فَإِنَّ ذَلِكَ نَصْرُهُ » .

Artinya: “Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tolonglah saudaramu baik yang berlaku lalim atau yang dilalimi,” para shahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya: “Wahai Rasulullah, ini aku tolong karena ia orang yang di lalimi, maka bagaimanakah aku tolong, jika ia orang yang berlaku lalim?” beliau menjawab: “Kamu menahannya (untuk tidak melakukan kelaliman) maka itulah kamu menolongnya.” HR. Bukhari.

Dalam kehidupan berumahtangga prinsip saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan antar suami istri merupakan salahsatu  kunci sukses berumahtangga.

Contoh saling tolong menolong antara suami istri dalam kebaikan
– Suami membangunkan istri shalat shubuh atau sebaliknya.
– Istri membenarkan bacaan Al Quran kepada suaminya atau sebaliknya.
– Suami menolong istrinya menyambung hubungan kekerabatan dengan ibunya, saudara-saudarinya atau sebaliknya.
– Istri mengingatkan suami untuk shalat berjamaah.
– Suami menjaga anak-anak agar istrinya tepat waktu shalat.
– Istri mendorong suami menuntut ilmu, ikut kajian agama Islam.
– Suami melarang istri untuk melakukan maksiat dan dosa atau sebaliknya.
– Istri menyetujui suami untuk berhenti kerja pada pekerjaan yang riba’ atau penuh penipuan, penuh kecurangan dll.  
– Suami menyetujui istri untuk memakai pakaian yang syar’ie yang menutup aurat.

Contoh dari para shahabat
Pertama, Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu saling tolong menolong dengan istri dan pembatunya untuk mengerjakan shalat malam, mereka membagi malam menjadi tiga bagian, mereka shalat malam secara bergantian, yang satu bangun malam, lalu shalat, kemudian ia membangunkan yang lain dan ia tidur, kemudian yang lain bangun dan shalat, lalu membangunkan yang ketiga dan ia tidur.

عن أَبي عُثْمَانَ النَّهْدِىَّ يَقُولُ تَضَيَّفْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ سَبْعاً فَكَانَ هُوَ وَامْرَأَتُهُ وَخَادِمُهُ يَعْتَقِبُونَ اللَّيْلَ أَثْلاَثاً يُصَلِّى هَذَا ثُمَّ يُوقِظُ هَذَا وَيُصَلِّى هَذَا ثُمَّ يَرْقُدُ وَيُوقِظُ هَذَا.

Artinya: “Abu Utsman An Nahdy berkata: “Aku pernah bermalam di rumah Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu selam seminggu, ternyata beliau, istri dan pembatunya, membagi malam menjadi tiga bagian, yang ini shalat kemudian membangunkan yang lain, lalu shalat yang ini kemudian ia tidur dan membangunkan yang ini.” HR. Ahmad dan Bukhari.

Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu-lah yang meriwayatkan hadits:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً قَامَ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّى وَأَيْقَظَ امْرَأَتَهُ فَإِنْ أَبَتْ نَضَحَ فِى وَجْهِهَا الْمَاءَ رَحِمَ اللَّهُ امْرَأَةً قَامَتْ مِنَ اللَّيْلِ فَصَلَّتْ وَأَيْقَظَتْ زَوْجَهَا فَإِنْ أَبَى نَضَحَتْ فِى وَجْهِهِ الْمَاءَ ».

Artinya: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah merahmati seseorang yang bangun malam lalu ia shalat kemudian ia membangunkan istrinya, jika ia enggan maka dipercikkan air di wajahnya, semoga Allah merahmati seorang wanita bangun malam kemudian ia shalat dan membangunkan suaminya, jika suaminya enggan maka ia percikkan air di wajahnya.” HR. Bukhari.

Contoh kedua, istri Abu Ad Dahdah memberikan semangat kepada suaminya (Abu Ad dahdah) ketika suaminya menolong seseorang.

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ لِفُلاَنٍ نَخْلَةً وَأَنَا أُقِيمُ حَائِطِى بِهَا فَأْمُرْهُ أَنْ يُعْطِيَنِى حَتَّى أُقِيمَ حَائِطِى بِهَا. فَقَالَ لَهُ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « أَعْطِهَا إِيَّاهُ بِنَخْلَةٍ فِى الْجَنَّةِ ». فَأَبَى فَأَتَاهُ أَبُو الدَّحْدَاحِ فَقَالَ بِعْنِى نَخْلَتَكَ بِحَائِطِى. فَفَعَلَ فَأَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّى قَدِ ابْتَعْتُ النَّخْلَةَ بِحَائِطِى.
قَالَ فَاجْعَلْهَا لَهُ فَقَدْ أَعْطَيْتُكَهَا. فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- «كَمْ مِنْ عَذْقٍ رَدَاحٍ لأَبِى الدَّحْدَاحِ فِى الْجَنَّةِ». قَالَهَا مِرَاراً. قَالَ فَأَتَى امْرَأَتَهُ فَقَالَ يَا أُمَّ الدَّحْدَاحِ اخْرُجِى مِنَ الْحَائِطِ فَإِنِّى قَدْ بِعْتُهُ بِنَخْلَةٍ فِى الْجَنَّةِ. فَقَالَتْ رَبِحَ الْبَيْعُ أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا

Artinya: “Anas bin malik radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa seorang lelaki berkata: “Wahai Rasulullah, sesungguhnya si fulan memiliki sebuah pohon kurma dan aku membangun kebun kurmaku disana, maka perintahkanlah ia untuk memberikan (pohon kurma)nya kepadaku sampai aku mampu membangun kebun kurmaku disana.”, Lalu nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Berikanlah kepadanya pohon kurma itu, maka kamu akan mendapatkan satu pohon di dalam surga.” Tetapi orang yang mempunyai pohon ini menolak, maka abu Ad Dahdah mendatangginya dan berkata: “Juallah kepadaku pohon itu dan ambil kebunku”, lalu ia setuju, lalu Abu Ad Dahdah mendatangi nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan berkata: “aku telah membeli pohon tersebut dengan kebunku, berikanlah pohon tersebut untuknya sungguh aku telah memberikan pohon itu untuknya.” Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Berapa banyak kurma yang tinggi besar buah yang dimiliki oleh Abu Ad Dahdah”, (beliau mengulanginya berkali-kali ucapan itu), lalu Abu Ad Dahdah mendatangi istrinya dan berkata kepadanya: “Wahai Ummu Ad Dahdah, keluarlah dari kebun ini karena aku telah menjualnya dengan satu pohon kurma di dalam surga.” lalu Ummu Ad Dahdah berkata: “Perdagangan yang mendatangkan keuntungan”, atau ucapan yang semisal dengannya.”  HR. Ahmad.

Kepada pasangan suami istri, saya ucapkan: “Selamat saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan…”.

*) Ditulis oleh Ahmad Zainuddin, Selasa, 19 Rabi’ul Akhir 1433H, Banjarmasin Indonesia.

Post Comment