Karena Memang Seorang Muslim Pantang Berputus Asa
Aqidah

Karena Memang Seorang Muslim Pantang Berputus Asa

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:

Saudaraku Seiman…

Seorang muslim diharamkan berputus asa dalam hal apapun, baik dalam usaha dunia seperti; mencari rezeki, melamar kerja, mengobati penyakit dan lain-lain atau usaha akhirat, seperti; bertobat, memulai ibadah yang sudah lama ditinggal, melawan hawa nafsu untuk berbuat maksiat dan lain-lain.

Semoga dengan tulisan di bawah ini dapat mengobati penyakit PUTUS ASA, KARENA MEMANG MUSLIM PANTANG UNTUK BERPUTUS ASA!!!

Saudaraku Seiman…

Selalu saja ada ujian dan musibah yang menghadang selama hayat masih di kandung badan, karena hal ini sudah penegasan Allah Ta’ala:

{ أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ} [العنكبوت: 2، 3]

Artinya: “Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?”. “Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” Al ‘Ankabut: 2-3.

Ibnu Katsir rahimahullah berkata:

وقوله: { أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ } استفهام إنكار، ومعناه: أن الله سبحانه وتعالى لا بد أن يبتلي عباده المؤمنين بحسب ما عندهم من الإيمان، كما جاء في الحديث الصحيح: “أشد الناس بلاء الأنبياء ثم الصالحون، ثم الأمثل فالأمثل، يبتلى الرجل على حسب دينه، فإن كان في دينه صلابة زيد في البلاء”  . وهذه الآية كقوله: { أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ }  [آل عمران: 142]، ومثلها في سورة “براءة” وقال في البقرة: { أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ } [البقرة: 214]؛ ولهذا قال هاهنا : { وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ } أي: الذين صدقوا في دعواهم الإيمان مِمَّنْ هو كاذب في قوله ودعواه. والله سبحانه وتعالى يعلم ما كان وما يكون، وما لم يكن لو كان كيف يكون . وهذا مجمع عليه عند أئمة السنة والجماعة؛ ولهذا يقول ابن عباس وغيره في مثل: { إِلا لِنَعْلَمَ } [البقرة: 143]: إلا لنرى؛ وذلك أن الرؤية إنما تتعلق بالموجود، والعلم أعم من الرؤية، فإنه [يتعلق] بالمعدوم والموجود.

Dan Firman-Nya: “{ أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ }” ini adalah pertanyaan yang berupa pengingkaran, dan maknanya adalah bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala harus menguji hamba-hamba-Nya kaum beriman ssuai engan kadar iman yang ada pada mereka, sebagaimana disebutkan dalam hadits Shahih: “Manusia yang paling berat siksanya adalah para Nabi kemudia orang-orang shalih kemudian semisal dengan mereka lalu semisal dengan mereka, seseorang diuji sesuai dengan kadar agamanya, jika di dalam agamanya terdapat kekokohan maka akan ditambahkan di dalamnya ujian.” Dan ayat ini seperti Firman-Nya:

“{ أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللَّهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ }”

(artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar). Dan semisal dengannya di dalam surat Bara’ah dan Allah berfirman di dalam, surat Al Baqarah:

“{ أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ }”

(Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat). Oleh sebab itulah beliau berfirman di dalam ayat ini:

{ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ }

(“Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.”) yaitu orang-orang yang jujur di dalam pengakuan mereka tentang iman, dai orang yang dusta di dalam perkataannya dan pengakuannya dan Allh Ta’ala mengetahui apa yang teah terjadi dan apa yang sedang terjadi dan apa yang belum terjadi jikalau terjadi bagaimana terjadinya.” Dan hal ini disepakati oleh para imam Ahlu Sunnah Wal Jamaah, oleh sebab inilah Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhuma dan selainnya berkata di dalam ayat seperti { إِلا لِنَعْلَمَ }  (melainkan agar kami mengetahui) maksudnya adalah melainkan agar kami melihat, yang demikian itu karena penglihatan terkait dengan yang ada dan ilmu lebih umum dari penglihatan, karena ia berkaitan dengan yang tidak ada dan yang ada.” Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir, 6/263.

 

Untuk menghadapi musibah dan ujian itu PANTANG BAGI SEORANG MUSLIM BERPUTUS ASA, hal ini dikarenakan beberapa hal:

1.      Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam melarang berputus asa

{ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ } [يوسف: 87]

Artinya: “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. QS. Yusuf: 87.

{قَالُوا بَشَّرْنَاكَ بِالْحَقِّ فَلَا تَكُنْ مِنَ الْقَانِطِينَ} [الحجر: 55]

Artinya: “Mereka menjawab: “Kami menyampaikan kabar gembira kepadamu dengan benar, maka janganlah kamu termasuk orang-orang yang berputus asa.” QS. Al Hijr: 55.

Dan telah terdapat laranag untuk berputus asa dalam perihal mencari rezeki dan penghasilan untuk hidup di dunia serta disebabkan kemiskinan dan kebutuhan serta datangnya musibah yang menimpa.

{وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ (36) أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ} [الروم: 36، 37]

Artinya: “Dan apabila Kami rasakan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka gembira dengan rahmat itu. Dan apabila mereka ditimpa sesuatu musibah (bahaya) disebabkan kesalahan yang telah dikerjakan oleh tangan mereka sendiri, tiba-tiba mereka itu berputus asa.” “Dan apakah mereka tidak memperhatikan bahwa sesungguhnya Allah melapangkan rezeki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan Dia (pula) yang menyempitkan (rezeki itu). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang beriman.” QS. Ar Rum: 36-37.

Dan juga terdapat larangan untuk berputus asa dari mendapatkan ampunan dan penghapusan dosa-dosa.

{ قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ } [الزمر: 53]

Artinya: “Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.  Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.  Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” QS. Az Zumar: 53.

Syaikh Abdurrahman bin NAshir As Sa’di rahimahullah berkata:

{ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ } أي: لا تيأسوا منها، فتلقوا بأيديكم إلى التهلكة، وتقولوا قد كثرت ذنوبنا وتراكمت عيوبنا، فليس لها طريق يزيلها ولا سبيل يصرفها، فتبقون بسبب ذلك مصرين على العصيان، متزودين ما يغضب عليكم الرحمن، ولكن اعرفوا ربكم بأسمائه الدالة على كرمه وجوده، واعلموا أنه يغفر الذنوب جميعا من الشرك، والقتل، والزنا، والربا، والظلم، وغير ذلك من الذنوب الكبار والصغار.

Artinya: “{ لا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ } (Janganlah kalian qunuth dari rahmat Allah) maksudnya yaitu janganlah kalian berputus asa darinya, maka kalian akan menyeburkan dengan tangan-tangan kalian kepada kehancuran, dan kalian akan mengatakan: “Sungguh telah banyak dosa kami dan bertumpuk kesalahan kami”, dan tidak ada jalan yang menghilangkannya, tidak ada jalan yang merubahnya, maka akhirnya kalian akan tetap (seperti itu) dengan sebab demikian kalian akan terus-menerus dalam maksiat, menambahkan apa yang dimurkai oleh Allah Yang Maha Pengasih atas kalian, akan tetapi kenalilah Rabb kalian dengan Nama-Nama-Nya yang menunjukkan atas kemurahn dan pemberian-Nya, dan ketauhilah bahwa Dia mengampuni seluruh dosa dari kesyirikan, pembbunuhan, zina, riba, kelaliman dan selainnya berupa dosa- besar dan kecil.” Lihat tafsir As Sa’di dalam tafsir surat Az Zumar ayat: 53.

2.     Putus asa adalah sifat khusus orang kafir dan lalim

{ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ } [يوسف: 87]

Artinya: “dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”. QS. Yusuf: 87.

قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ (56)} [الحجر: 56].

Artinya: “Ibrahim berkata: “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhannya, kecuali orang-orang yang sesat”. QS. Al Hijr: 56.

Jika diperhatikan redaksi dua ayat di atas, maka akan di dapati di dalam surat yusuf ayat 83, Allah ta’ala menyebutkan peniadaan terlebih dahulu (إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ ) kemudian di akhiri dengan pengecualian (إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ ) dan hal ini biasanya dalam bahasa Arab menunjukkan kepada kekhususan.

Dan di dalam surat Al Hijr ayat 56: Allah Ta’ala menyebutkan Syarat terlebih dahulu (وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ) dan diahkiri dengan pengecualian (إِلَّا الضَّالُّونَ) dan hal ini biasanya dalam bahasa Arab juga menunjukkan kepada kekhususan.  

3.     Semakin sulit ujian dan musibah, berarti semakin dekat jalan keluar dan pasti ada jalan keluar dari kesulitan dan ujian tersebut!!!.

{ لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آتَاهَا سَيَجْعَلُ اللَّهُ بَعْدَ عُسْرٍ يُسْرًا } [الطلاق: 7]

Artinya: “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” QS. Ath Thalaq: 7.

{ وَهُوَ الَّذِي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهُ } الشورى : 28 .

Artinya: “Dan Dialah Yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah Yang Maha Pelindung lagi Maha Terpuji.” QS. Asy Syura: 28.

{ حَتَّى إِذَا اسْتَيْأَسَ الرُّسُلُ وَظَنُّوا أَنَّهُمْ قَدْ كُذِبُوا جَاءهُمْ نَصْرُنَا } سورة يوسف 110

Artinya: “Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang keimanan mereka) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan, datanglah kepada para rasul itu pertolongan Kami, lalu diselamatkan orang-orang yang Kami kehendaki. Dan tidak dapat ditolak siksa Kami daripada orang-orang yang berdosa.” Qs. Yusuf: 110.

{ حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللهِ أَلا إنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ } سورة البقرة 214

Artinya: “…sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” QS. Al Baqarah: 214.

{فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا (6)} [الشرح: 5، 6]

Artinya: “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”, “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” QS. Asy Syarh: 5-6.

Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah berkata:

أنَّ أبا عبيدة حُصِرَ فكتب إليه عمرُ يقول : مهما ينْزل بامرئٍ شدَّةٌ يجعل الله بعدها فرجاً ، وإنَّه لن يَغلِبَ عسرٌ يُسرين

“Bahwa Abu Ubaidah ketika dikepung (oleh musuh), lalu ia menulis surat kepada Umar radhiyallahu ‘anhu: “Kesulitan apapun yang didapati oleh seseorang maka Allah akan menjadikan setelahnya kemudahan, dan sesungguhnya tidak akan pernah menang satu kesulitan melawab dua kemudahan.” Lihat kitab Jami’ Al ‘Ulum wa Al Hikam, 21/40.

RAHASIA MENARIK KENAPA SEMAKIN SULIT KESULITAN MAKA SEMAKIN DEKAT SOLUSI DAN JALAN KELUAR.

Ibnu Rajab Al Hanbali rahimahullah menjelaskan:

 ومن لطائف أسرار اقتران الفرج بالكرب واليُسر بالعسر : أنَّ الكربَ إذا اشتدَّ وعَظُمَ وتناهى ، وحصل للعبد الإياسُ من كَشفه من جهة المخلوقين ، وتعلق قلبُه بالله وحده ، وهذا هو حقيقةُ التوكُّل على الله ، وهو من أعظم الأسباب التي تُطلَبُ بها الحوائجُ ، فإنَّ الله يكفي من توكَّل عليه ، كما قال تعالى : { وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبُهُ }

“Dan termasuk dari rahasia-rahasia menarik tentang bergandengannya jalan keluar dengan kesulitan dan kemudahan dengan kesukaran adalah: bahwa kesulitan jika bertambah kuat, bertambah besar dan bertambah memuncak, maka terjadi pada seorang hamba keputus asaan untuk (meminta) jalan keluarnya dari sisi para makhluk, dan akhirnya hatinya terpaut dengan Allah semata, inilah dia tawakkal kepada Allah yang hakiki, dan ia adalah termasuk dari sebab-sebab yang dicari dengannya hajat-hajat, karena sesungguhnya Allah akan mencukupi siapa yang bertawakkal kepadanya, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka Dia lah pencukupnya. “ lihat kitab Jami’ Al ‘ulum wa Al HIkam. 21/40.

4.     Allah Ta’ala menginginkan kemudahan bukan kesulitan

{يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ } [البقرة: 185]

Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” QS. Al Baqarah: 185.

{مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ } [المائدة: 6]

Artinya: “Allah tidak hendak menyulitkan kamu.” QS. Al Maidah: 6.

{وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ} [الحج: 78]

Artinya: : dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” QS. Al Hajj: 78.

            Dari tiga ayat di atas sangat tegas dan jelas bahwa Allah hanya menginginkan kemudahan dan tidak menginginkan kesulitan, LALU KENAPA HARUS BERPUTUS ASA?!?

 5.     Allah Ta’ala tidak membebani kecuali sesuai dengan kesanggupan hamba

{ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا لَهَا} [البقرة: 286]

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” QS. Al Baqarah: 286.

Dan ayat yang semisal juga Allah sebutkan di dalam surat Al Baqarah: 233, Al An’am: 152, Al A’raf: 42, Al Mukminun: 62.

Ibnu Katsir rahimahullah:

أي: لا يكلف أحدًا فوق طاقته، وهذا من لطفه تعالى بخلقه ورأفته بهم وإحسانه إليهم

“Allah tidak akan membebani seseorang di atas kemampuannya, dan ini adalah dari kelembutan Allah Ta’ala dari makhluknya dan kasih sayang-Nya serta kebaikan-Nya kepada mereka.” Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir: 1/737.

 6.     Putus Asa adalah dosa besar

Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullah berkata:

تَنْبِيهٌ: عَدُّ ذَلِكَ كَبِيرَةً هُوَ مَا أَطْبَقُوا عَلَيْهِ لِمَا عَلِمْتَ مِنْ الْوَعِيدِ الشَّدِيدِ الَّذِي فِيهِ، بَلْ جَاءَ تَسْمِيَتُهُ أَكْبَرَ الْكَبَائِرِ، وَرَوَى ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ فِي تَفْسِيرِهِ، وَالْبَزَّارُ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا -: «أَنَّهُ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – سُئِلَ مَا الْكَبَائِرُ؟ فَقَالَ: الشِّرْكُ بِاَللَّهِ، وَالْإِيَاسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللَّهِ وَهَذَا أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ» . قِيلَ وَالْأَشْبَهُ أَنْ يَكُونَ مَوْقُوفًا، وَبِكَوْنِهِ أَكْبَرَ الْكَبَائِرِ صَرَّحَ ابْنُ مَسْعُودٍ كَمَا رَوَاهُ عَبْدُ الرَّزَّاقِ وَالطَّبَرَانِيُّ.

Peringatan: Penghitungan hal itu sebagai dosa besar adalah apa yang terlah disepakati atasnya, karena terdapat ancaman yang berat di dalamnya, bahkan terlah ada penamaannya sebagai dosa terbesar dari yang paling besar, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim di dalam kitab Tafsirnya dan Al Bazzar dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang dosa-dosa besar?”, beliau bersabda: “Berbuat Syirik kepada Allah, berputus asa dari rahmat Allah dan aman dari siksa Allah dan ini adalah dosa terbesar yang paling besar”, disebutkan bahwa lebih dekat hadits tersebut adalah hadits yang mauquf (hanya sampai kepada perkataan para shahabat), dan keberadaanya sebagai dosa yang paling besar telah di tegaskan Ibnu Mas’ud sebagaimana Abdurrazzaq dan Ath Thabarani. Lihat kitab Az Zawajir ‘An Iqtiraf Al Kabair, 1/150.

Penegasan bahwa berputus asa adalah dosa besar disebutkan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ، أَنَّهُ قَالَ: ” أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ: الْإِشْرَاكُ بِاللهِ، وَالْأَمْنُ مِنْ مَكْرِ اللهِ، وَالْقَنُوطُ مِنْ رَحْمَةِ اللهِ، وَالْيَأْسُ مِنْ رَوْحِ اللهِ “

Artinya: “Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Dosa terbesar adalah; “Berbuat syirik kepada Allah, aman dari siksa Allah, pasrah dari rahmat Allah dan putus asa dari rahmat Allah.” Lihat kitab Al Mu’jam Al Kabir, karya Ath Thabarani, 9/156.

KENAPA PUTUS ASA DIKATEGORIKAN SEBAGAI DOSA BESAR, INILAH PENJELASANNYA:

Ibnu Hajar Al Haitami rahimahullah berkata:  

فَهَذَا الْيَأْسُ كَبِيرَةٌ اتِّفَاقًا لِأَنَّهُ يَسْتَلْزِمُ تَكْذِيبَ النُّصُوصِ الْقَطْعِيَّةِ الَّتِي أَشَرْنَا إلَيْهَا، ثُمَّ هَذَا الْيَأْسُ قَدْ يَنْضَمُّ إلَيْهِ حَالَةٌ هِيَ أَشَدُّ مِنْهُ، وَهِيَ التَّصْمِيمُ عَلَى عَدَمِ وُقُوعِ الرَّحْمَةِ لَهُ، وَهُوَ الْقُنُوطُ بِحَسَبِ مَا دَلَّ عَلَيْهِ سِيَاقُ (فَهُوَ يَئُوسٌ قُنُوطٌ) . وَتَارَةً يَنْضَمُّ إلَيْهِ أَنَّهُ مَعَ عَدَمِ وُقُوعِ رَحْمَتِهِ لَهُ يُشَدَّدُ عَذَابُهُ كَالْكُفَّارِ، وَهَذَا هُوَ الْمُرَادُ بِسُوءِ الظَّنِّ هُنَا، فَتَأَمَّلْ ذَلِكَ فَإِنَّهُ مُهِمٌّ.

“Jadi, putus asa ini adalah dosa besar dengan kesepakatan (para ulama) karena ia berkonsekwensi mendustakan nash-nash yang pasti yang sudah kita sebutkan, kemudian putus asa ini terkadang keadaan yang ia lebih parah darinya yaitu bersikeras atas tidak terjadinya rahmat untuknya, dan ia adalah sifat Al Qunuth sesuai dengan apa yang disebutkan di dalam redaksi ayat (maka ia adalah orang yang berputus asa dan qanut) dan terkadang bergabung kepada, bahwa bersamaan dengan tidak adanya rahmat untuknya, siksanya akan di keraskan layaknya orang-orang kafir dan inilah yang dimaksudkan dengan prasangka buruk di sini, maka perhatikanlah hal itu karena ia adalah sesuatu yang penting.” Lohat kitab Az Zawajir ‘An Iqtiraf Al Kabair, 1/150.

7.     Karena semua telah ditentukan di dalam takdir Allah Ta’ala, maka tidak perlu berputus asa:

Allah Ta’ala berfirman:

{مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ (22) لِكَيْلَا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلَا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ (23) } [الحديد: 22 – 32]

Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” “(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” QS. Al Hadid: 22-23.

Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan tafsir ayat diatas:

وقوله: { لِكَيْ لا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ } أي: أعلمناكم بتقدم علمنا وسبق كتابتنا (1) للأشياء قبل كونها، وتقديرنا الكائنات قبل وجودها، لتعلموا أن ما أصابكم لم يكن ليخطئكم، وما أخطأكم لم يكن ليصيبكم، فلا تأسوا على ما فاتكم، فإنه (2) لو قدر شيء لكان

“Dan Firman-Nya { لِكَيْ لا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ } (supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu), maksudnya adalah, kami beritahukan kepada kalian akan pendahuluan pengetahuan dan penulisan kami terhadap segala sesuatu sebelum terjadinya, dan pentakdiran kami terhadap alam semesta sebelum terjdinya, agar kalian mengetahui bahwa apa yang menimpa kalian maka tidak akan pernah meleset dari (apa yang telah ditakdirkan) dan apa saja yang belum menimpa kalian maka tidak akan menimpa kalian (jika belum ditkadirkan untuk kalian), maka janganlah kalian berputus asa terhadap apa yang luput dari kalian, karena sesungguhnya jika telah ditakdirkan niscaya akan terjadi.” Lihat kitab Tafsir Ibnu katsir rahimahullah, 8/27.

Ditulis oleh Ahmad Zainuddin

Kamis, 5 Dzulhijjah 1434H, Dammam Arab Saudi.

Post Comment