بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين, أما بعد:
Seseorang yang mendapati imam dalam keadaan ruku’ lalu dia ikut ruku’ bersama imam, maka orang ini telah dinyatakan telah mendapati satu rakaat. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama dari madzhab imam yang empat, Madzhab Hanafy, Maliky, Asy Syafi’ie dan Hanbaly, mereka berdalil dengan beberapa hadits:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ أَدْرَكَ مِنَ الصَّلاَةِ رَكْعَةً فَقَدْ أَدْرَكَهَا»
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: ‘Barangsiapa yang mendapati dari shalatnya satu rakaat maka dia telah mendapatkan (satu rakaat)nya.” HR. Ahmad
عَنِ الْحَسَنِ أَنَّ أَبَا بَكْرَةَ جَاءَ وَرَسُولُ اللَّهِ رَاكِعٌ فَرَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ فَلَمَّا قَضَى النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- صَلاَتَهُ قَالَ « أَيُّكُمُ الَّذِى رَكَعَ دُونَ الصَّفِّ ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّفِّ ». فَقَالَ أَبُو بَكْرَةَ أَنَا. فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- « زَادَكَ اللَّهُ حِرْصًا وَلاَ تَعُدْ»
Artinya: Al Hasan meriwayatkan bahwa Abu Bakrah radhiyallahu ‘anhu dating ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam keadaan ruku’, lalu dia ruku’ sebelum masuk ke dalam shaf, setelah selesai shalat, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya: “Siapakah di antara kalian yang ruku’ sebelum mauk ke dalam shaf, kemudian dia berjalan menuju shaf?” Abu Bakrah menjawab: “Saya”, Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Semoga Allah menambahkan semangat padamu, tetapi jangan kamu ulangi.“ HR. Abu Daud.
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, setelah menyebutkan bahwa seseorang tidak jatuh padanya pembacaan surat Al fatihah di setiap rakaat di dalam shalat, kecuali pada satu keadaan yaitu seorang makmum yang mendapati imam dalam keadaan ruku’ maka ia langsung takbiratul ihram lalu ruku’ dan gugur darinya pembacaan surat Al fatihah:
فالشاهد قوله: “لا تعد” ولم يأمره النبي صلى الله عليه وسلم أن يقضي الركعة التي أسرع إليها ليدرك ركوعها، ولو كان لم يدركها لبين له النبي صلى الله عليه وسلم ذلك، لأن النبي صلى الله عليه وسلم لا يؤخر البيان عن وقت الحاجة. وهذا القول هو مقتضى هذا الحديث من حيث الدلالة، كما أنه مقتضى النظر.
Artinya: “Inti pendalilannya adalah sabdanya: “Jangan kamu ulangi”, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak memerintahkan untuk mengqadha’ rekaat yang dia percepat masuk kepadanya agar dia mendapati ruku’nya, jikalau dia ternyata tidak mendapatinya, maka niscaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan akan hal itu, karena nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengakhirkan penjelasan jika penjelasan tersebut sangat diperlukan. Ini adalah pendapat yang merupakan konsekwensi dari hadits ini dari sisi pendalilan sebagaimana juga konsekwensi penelitian. Lihat kitab Majmu’ fatawa wa Rasail Ibnu Utsaimin, 13/266.
Dalil-dalil diatas menunjukkan bahwa siapa yang mendapati imam dalam keadaan ruku’ lalu ia ruku bersama imam maka ia dianggap telah mendapati satu rekaat.
Tetapi di sana ada pendapat lain bahwa siapa yang tidak membaca Al fatihah maka dia tidak mendapatkan satu rakaat dan ini adalah pendapatnya madzhab Azh Zhahiry, mereka berdalil dengan sebuah hadits:
عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ «لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ»
Artinya: “Ubadah bin Ash Shamit radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada shalat bagi siapa yang tidak membaca surat Al Fatihah.” HR. Bukhari.
Di dalam hadits ini terdapat jelas bahwa yang tidak membaca surat Al Fatihah tidak sah shalatnya, maka menurut pendapat madzhab Azh Zhahiry bahwa satu rakaat hanya akan di dapati dengan membaca surat Al Fatihah, berarti siapa yang mendapati imam dalam keadaan ruku’ berarti ia tidak cukup waktunya membaca Al Fatihah, yang berarti ia tidak mendapatkan satu rekaat.
Bantahan Jumhur terhadap pendapat ini; Hadits Ubadah bin Ash Shamit tentang Al Fatihah dikhususkan dengan hadits Abu Hurairah dan hadits Abu Bakrah. Jadi, pendapat yang lebih kuat dalam permasalahan ini adalah pendapatnya mayoritas ulama karena dalil-dalil yang mereka miliki dan juga karena jawaban mereka atas pendapatnya madzhab Azh Zhahiry. Wallahu a’alam.
*) Ditulis oleh Ahmad Zainuddin, Selasa, 6 Rabi’uts Tsani 1433 Dammam KSA.