بسم الله الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:
Saudaraku seiman…
- Sempurnanya keimanan
Dengan beriman kepada Takdir Allah Ta’ala baik dan buruknya, maka sah dan sempurnalah keimanan. Karena beriman kepada Qadha dan qadar adalah salah satu dari rukun iman yang enam, yang tidak sah keimanan seseorang jika tidak beriman dengan benar kepadanya.
Hal ini, sebagaimana yang ditunjukkan oleh ayat-ayat Al Quran yang suci dan hadits-hadits Nabi yang shahih;
1. Firman Allah Ta’ala:
{ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا} [الفرقان: 2]
Artinya: “Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” QS. Al Furqan: 2.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
أي كل شيءٍ مما سواه مخلوق مربوب، وهو خالق كل شيء وربه ومليكه وإلهه، وكل شيءٍ تحت قهره وتدبيره وتسخيره وتقديره.
Artinya: “Maksudnya, setiap sesuatu dari selain-Nya adalah makhluk ciptaan dan dipelihara, dan Dia adalah Pencipta segala sesuatu dan pemeliharanya, rajanya dan sembahannya, dan segala sesuatu di bawah kekuasaan-Nya, pengaturan-Nya, pengusaan-Nya dan pengaturan-Nya. Lihat kitab Tafsir Ibnu Katsir pada QS. Al Furqan: 2.
2. Firman Allah Ta’ala:
{ سُنَّةَ اللَّهِ فِي الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلُ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا } [الأحزاب: 38]
Artinya: “(Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” QS. Al Ahzab: 38.
Ibnu Katsir rahimahullah berkata:
{ وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ قَدَرًا مَقْدُورًا } أي: وكان أمره الذي يقدِّره كائنًا لا محالة، وواقعًا لا محيد عنه ولا معدل، فما شاء الله كان، وما لم يشأ لم يكن.
Artinya: “Firman Allah Ta’ala: “Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku” maksudnya adalah perkara yang Dia telah takdirkan maka akan terjadi tidak mungkin tidak, akan terjadi tidak melenceng darinya, tidak meleset, maka apa yang dikehendaki Allah niscaya akan terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya terjadi maka tidak akan terjadi.” Lihat kitab tafsir Ibnu Katsir rahimahullah pada QS. Al Ahzab: 38.
3. Firman Allah Ta’ala:
{ وَمَا تَكُونُ فِي شَأْنٍ وَمَا تَتْلُو مِنْهُ مِنْ قُرْآنٍ وَلَا تَعْمَلُونَ مِنْ عَمَلٍ إِلَّا كُنَّا عَلَيْكُمْ شُهُودًا إِذْ تُفِيضُونَ فِيهِ وَمَا يَعْزُبُ عَنْ رَبِّكَ مِنْ مِثْقَالِ ذَرَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ وَلَا أَصْغَرَ مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْبَرَ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ} [يونس: 61]
Artinya: “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biar pun sebesar zarah (atom) di bumi atau pun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Al Lauhmahfuz).” QS. Yunus: 61.
4. Hadits Shahih
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَا يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، حَتَّى يَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَهُ، وَأَنَّ مَا أَخْطَأَهُ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ»
Artinya: “Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak beriman seorang hamba sehingga beriman kepada takdir baik dan buruknya, sehingga ia mengetahui bahwa apa yang menimpanya (yang sudah ditakdirkan) tidak akan meleset darinya, dan (mengetahui) apa yang belum menimpanya (yang belum ditakdirkan) niscaya tidak akan pernah terkena padanya.” HR. Tirmidzi.
5. Jawaban Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap pertanyaan Jibril ‘alaihissalam tentang hakikat iman:
« أَنْ تُؤْمِنَ بِاللَّهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ »
Artinya: “Kamu beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya dan hari akhir serta beriman kepada takdir baik dan buruknya.” HR. Abu Daud.
6. Hadits Shahih
عَنْ عَلِىٍّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لاَ يُؤْمِنُ عَبْدٌ حَتَّى يُؤْمِنَ بِأَرْبَعٍ يَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنِّى مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ بَعَثَنِى بِالْحَقِّ وَيُؤْمِنُ بِالْمَوْتِ وَبِالْبَعْثِ بَعْدَ الْمَوْتِ وَيُؤْمِنُ بِالْقَدَرِ ».
Artinya: “Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak beriman seorang hamba sehingga ia beriman dengan empat perkara; bersyahadat bahwa tiada sembahan yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bersyahadat bahwa Muhammad adalah Rasulullah, Ia telah mengutuskan dengan kebenaran, beriman kepada kematian, dan beriman kepada kebangkitan setelah kematian serta beriman kepada takdir.” HR. Tirmidzi.
7. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma menanggapi orang-orang yang tidak beriman kepada takdir dan mempercayai bahwa segala sesuatu terjadi dengan begitu saja tanpa takdir:
فَإِذَا لَقِيتَ أُولَئِكَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنِّى بَرِىءٌ مِنْهُمْ وَأَنَّهُمْ بُرَآءُ مِنِّى وَالَّذِى يَحْلِفُ بِهِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عُمَرَ لَوْ أَنَّ لأَحَدِهِمْ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فَأَنْفَقَهُ مَا قَبِلَ اللَّهُ مِنْهُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ
Artinya: “Jika kamu bertemu dengan mereka, maka beritahukanlah kepada mereka bahwa aku berlepas diri dari mereka dan mereka terlepas dariku, dan demi Dzat yang Abdullah bin Umar bersumpah dengan-Nya, bahwa jikalau salah seorang dari mereka memiliki emas sebesar gunung Uhud, lalu ia infakkan, niscaya Allah tidak akan menerima darinya sehingga ia beriman dengan takdir.” HR. Muslim.
8. Hadits shahih
عَنْ عَمْرِو بْنِ شُعَيْبٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ –صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ يُؤْمِنُ الْمَرْءُ حَتَّى يُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ ». قَالَ أَبُو حَازِمٍ لَعَنَ اللَّهُ دِيناً أَنَا أَكْبَرُ مِنْهُ. يَعْنِى التَّكْذِيبَ بِالْقَدَرِ.
Artinya: “Amr bin Syu’aib meriwayatkan dari bapaknya, bapaknya meriwayatkan dari kakaeknya, bahwa Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak beriman seseorang sehingga ia beriman kepada takdir, baik dan buruknya.” Abu Hazim berkata: ‘Allah melaknat sebuah agama yang aku lebih besar darinya, maksudnya adalah agama yang mendustakan takdir.” HR. Ahmad.
9. Hadits shahih
عن عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ أنه قال لاِبْنِهِ يَا بُنَىَّ إِنَّكَ لَنْ تَجِدَ طَعْمَ حَقِيقَةِ الإِيمَانِ حَتَّى تَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَمَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ لَهُ اكْتُبْ. قَالَ رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ ». يَا بُنَىَّ إِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ مَاتَ عَلَى غَيْرِ هَذَا فَلَيْسَ مِنِّى ».
Artinya: “Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu berkata kepada anaknya: “Wahai anakku sayang, sesungguhnya kamu tidak akan pernah mendapati rasa hakikat keimanan sehingga kamu mengetahui bahwa apa yang menimpamu (yang sudah ditakdirkan) maka tidak akan pernah meleset darimu dan apa yang belum menimpamu (yang belum ditakdirkan) maka tidak akan terkena kepadamu, aku telah medengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Ia berfirman kepadanya: “Tulislah”, pena bertanya: “Wahai Rabbku, apa yang aku tulis?”, Dia berfirman: “Tulislah takdir-takdir setiap sesuatu sampai dibangkitkan hari kiamat.”Ubadah berkata: ”Wahai anakku sayang, sungguh aku telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meninggal diatas (keyakinan) selain ini maka ia bukan dariku.” HR. Abu Daud.
10. Hadits Shahih
عَنِ ابْنِ الدَّيْلَمِىِّ قَالَ أَتَيْتُ أُبَىَّ بْنَ كَعْبٍ فَقُلْتُ لَهُ وَقَعَ فِى نَفْسِى شَىْءٌ مِنَ الْقَدَرِ فَحَدِّثْنِى بِشَىْءٍ لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُذْهِبَهُ مِنْ قَلْبِى. فَقَالَ لَوْ أَنَّ اللَّهَ عَذَّبَ أَهْلَ سَمَوَاتِهِ وَأَهْلَ أَرْضِهِ عَذَّبَهُمْ وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ لَهُمْ وَلَوْ رَحِمَهُمْ كَانَتْ رَحْمَتُهُ خَيْرًا لَهُمْ مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَلَوْ أَنْفَقْتَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ مَا قَبِلَهُ اللَّهُ مِنْكَ حَتَّى تُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ وَتَعْلَمَ أَنَّ مَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ وَأَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَلَوْ مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا لَدَخَلْتَ النَّارَ. قَالَ ثُمَّ أَتَيْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَقَالَ مِثْلَ ذَلِكَ – قَالَ – ثُمَّ أَتَيْتُ حُذَيْفَةَ بْنَ الْيَمَانِ فَقَالَ مِثْلَ ذَلِكَ – قَالَ – ثُمَّ أَتَيْتُ زَيْدَ بْنَ ثَابِتٍ فَحَدَّثَنِى عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- مِثْلَ ذَلِكَ. مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَكَ وَأَنَّكَ إِذَا مُتَّ عَلَى غَيْرِ هَذَا دَخَلْتَ النَّارَ وَلاَ عَلَيْكَ أَنْ تَأْتِىَ أَخِى عَبْدَ اللَّهِ بْنَ مَسْعُودٍ فَتَسْأَلَهُ.
Artinya: “Ibnu Ad Dailami berkata: “Aku pernah mendatangi Ubai bin Ka’ab, aku berkata kepadanya: “Telah terjadi di dalam diriku sesuatu dari perkara takdir, maka beritahukanlah kepadaku sesautu, semoga Allah menghilangkannya dari hatiku”, lalau beliau (Ubay bin Ka’ab) radhiyallahu ‘anhu berkata: “Jikalau Allah menyiksa penduduk langit dan penduduk bumi, Dia menyiksa mereka dan Dia tidak berbuat zhalim kepada mereka, dan jikalau Allah merahmati mereka, maka rahmat-Nya untuk mereka lebih baik bagi mereka daripada amalan-amalan mereka, jikalau kamu meninfakkan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerima darimu sampai kamu beriman dengan takdir dan meyakini bahwa apa yang menimpamu (yang sudah ditakdirkan) maka tidak akan pernah meleset darimu dan apa yang belum menimpamu (yang belum ditakdirkan) maka tidak akan terkena kepadamu, jika kamu mati tidak di atas keyakinan ini, niscaya kamu masuk ke dalam neraka”, kemudian aku pernah mendatangi Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, maka beliau mengatakan seperti yang dikatakan oleh Ubay bin Ka’ab, kemudian aku mendatangi HUdzaifah bin Al Yaman, maka beliau mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh Ubay bin Ka’ab, kemudian aku mendatangi Zaid bin Tsabit radhiyallahu ‘anhu, dan beliau meriwayatkan kepadaku bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda demikian, dan meyakini bahwa apa yang menimpamu (yang sudah ditakdirkan) maka tidak akan pernah meleset darimu dan apa yang belum menimpamu (yang belum ditakdirkan) maka tidak akan terkena kepadamu, jika kamu mati tidak di atas keyakinan ini, niscaya kamu masuk ke dalam neraka, dan mungkin kamu dapat mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan bertanya kepadanya tentang hal ini.” HR. Abu Daud.
Semua dalil diatas menunjukkan bahwa BUAH MANIS BERIMAN KEPADA TAKDIR ALLAH TA’ALA ADALAH SEMPURNANYA KEIMANAN BAGI SEORANG YANG BERIMAN KEPADA TAKDRI, KARENA MEMANG IA DLAH RUKUN IMAN, YANG TIDAK SAH KEIMANAN SESEORANG JIKA TIDAK BERIMAN KEPADANYA.
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Rabu, 10 Sya’ban 1434H, Dammam KSA