بسم اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ, الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ, أَمَّا بَعْدُ:
Saudaraku seiman…
Menjaga lisan termasuk amalan yang diperintahkan dan agung dalam Islam, coba perhatikan dalil dari Al Quran dan Sunnah serta perkataan para ulama salaf berikut:
Allah Ta’ala berfirman:
{ مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ }
Artinya: “Tiada suatu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” QS. Qaaf:18.
{ يَوْمَ تَشْهَدُ عَلَيْهِمْ أَلْسِنَتُهُمْ وَأَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } .
Artinya: “Pada hari (ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” QS. An Nur: 24.
Dua ayat di atas menjadi dalil untuk menjaga lisan, pada ayat yang pertama pemberitahuan dan sekaligus peringatan bahwa setiap perkataan akan dicatat oelh para malaikat di dlam buku catatan amal, yang akan dimintai pertanggung jawaban pada hari kiamat.
Sedangkan pada ayat yang kedua, juga berupa pemberitahuan serta peringatan sekaligus, bahwa lisan akan menjadi saksi atas semua perbuatan manusia pada hari kiamat.
Jadi, dua ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan agar seorang muslim menjaga lisannya.
Sedangkan jika kita perhatikan hadits-hadits tentang menjaga lisan maka sangatlah banyak dan beragam, diantara hadits-hadits tersebut adalah:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ ».
Artinya: “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” HR. Bukhari dan Muslim.
عَنْ أَبِى أَيُّوبَ قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ عَلِّمْنِى وَأَوْجِزْ. قَالَ « إِذَا قُمْتَ فِى صَلاَتِكَ فَصَلِّ صَلاَةَ مُوَدِّعٍ وَلاَ تَكَلَّمْ بِكَلاَمٍ تَعْتَذِرُ مِنْهُ وَأَجْمِعِ الْيَأْسَ عَمَّا فِى أَيْدِى النَّاسِ ».
Artinya: “Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu berkata: “Seseorang pernah datang kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, ajarkanlah kepadaku (sesuatu) dan ringkaskanlah”, beliau bersabda: “Jika kamu berdiri di dalam shalatmu, maka shalatlah shalat orang yang sedang berpisah, dan janganlah berbicara dengan sebuah pembicaraan, yang kamu meminta alasan (maaf) darinya dan kumpulkanlah keputus asaan terhadap apa yang ada pada tangan-tangan manusia.” HR. Ibnu Majah.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ سُفْيَانَ الثَّقَفِىِّ عَنْ أَبِيهِ أَنَّ رَجُلاً قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ – وَقَدْ قَالَ هُشَيْمٌ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ – مُرْنِى فِى الإِسْلاَمِ بِأَمْرٍ لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَداً بَعْدَكَ. قَالَ « قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ ». قَالَ قُلْتُ فَمَا أَتَّقِى فَأَوْمَأَ إِلَى لِسَانِهِ.
Artinya: “Abdullah bin Sufyan Ats Tsaqafi meriwayatkan dari bapaknya, ia meriwayatkan bahwa seseorang berkata: “Wahai Rasulullah, perintahkan kepadaku di dalam Islam dengan sebuah perintah yang aku todak bertanya tentang kepada seorangpun setelahmu”, beliau bersabda: “Katakanlah, aku telah beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah”, lalu lelaki tersebut berkata: “Lalu dengan apa aku menjaga?”, maka beliau menunjuk kepada lisannya.” HR. Ahmad.
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « مَنْ يَضْمَنْ لِى مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ » .
Artinya: “Sahl bin Sa’ad meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Barangsiapa yang menjaga untukku apa yang di antara dua jenggotnya (/lisan), dan apa yang diantara dua kakinya (/kemaluannya), niscaya aku jamin baginya surga.” HR. Bukhari.
Sekarang mari perhatikan perkataan para ulama salaf tentang menjaga lisan, diantara perkataan mereka adalah:
عن عقبة التيمي قال: قال عبد الله بن مسعود – رضي الله عنه – : والذي لا إله غيره، ما على الأرض شيء أفقر- وقال أبو معاوية: أحوج- إلى طول سجنٍ من لسانٍ.
Artinya: “Uqbah At Taimi berkata: “Berkata Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu: “Demi Yang Tiada Ilah selain-Nya, tidak ada sesuatu yang lebih membutuhkan kepada panjangnya penahanan dari lisan.” Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Ashim di dalam kitab Az Zuhd, no. 24 dan Abu Asy Syeikh di dalam kitab Al Amtsal, no. 362 dan Jami’ Al ‘ulum wa Al Hikam, hal. 242.
وعن مطرق بن الشخير قال: قال ابن عباس رضي الله عنهما للسانه: ويحك، قل خيراً تغنم، وإلا فاعلم أنك ستندم، قال: فقيل له: أتقول هذا! قال: بلغني أن الإنسان ليس هو يوم القيامة أشد منه على لسانه، إلا أن يكون قال خيراً فغنم، أو سكت فسلم.
Artinya: “Mutharriq bin Asy Syikkhir rahimahullah berkata: “Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata kepada lisannya: “Celaka kamu, katakanlah yang baik niscaya kamu selamat dan kalau tidak (mengatakan yang baik) kamu akan menyesal”, lalu beliau ditanya: ‘Apakah kamu mengatakan ini?”, beliau berkata: “telah sampai kepadaku bahwa seorang manusia tidak ada pada hari kiamat yang paling berat atas lisannya, kecuali ia mengatakan yang baik maka ia akan berbahagia mendapat pahala (yang banyak) atau diam maka ia akan selamat.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’, 1/327-328 dan kitab Ash Shamtu, no. 439.
عن يَحْيَى بْنَ مُعَاذٍ يَقُولُ: ” الْقُلُوبُ كَالْقُدُورِ فِي الصُّدُورِ تَغْلِي بِمَا فِيهَا وَمَغَارِفُهَا أَلْسِنَتُهَا فَانْتَظِرِ الرَّجُلَ حَتَّى يَتَكَلَّمَ فَإِنَّ لِسَانَهُ يَغْتَرِفُ لَكَ مَا فِي قَلْبِهِ مِنْ بَيْنِ حُلْوٍ وَحَامِضٍ وَعَذْبٍ وَأُجَاجٍ يخْبِرُكَ عَنْ طَعْمِ قَلْبِهِ اغْتِرَافُ لِسَانِهِ
Artinya: “yahya bin Mu’adz berkata: “Seluruh hati bagaikan wajan di dalam hati-hati, akan merebus apa yang ada di dalamnya, dan gayung-gayungnya adalah lisan-lisannya, maka berfikirlah seseorang sebelum ia berbicara, karena sesungguhnya lisannya akan menggayung untukmu apa yang ada di dalam hatinya, baik berupa rasa manis atau asam dan segar atau pahit, ia akan memberitahukanmu tentang rasa hatimu sesuai dengan gayungan lisannya.” Lihat kitab Hilyat Al Awliya’, 10/63.
An Nawawi rahimahullah berkata:
اعْلَمْ أنَّهُ يَنْبَغِي لِكُلِّ مُكَلَّفٍ أنْ يَحْفَظَ لِسَانَهُ عَنْ جَميعِ الكَلامِ إِلا كَلاَمًا ظَهَرَتْ فِيهِ المَصْلَحَةُ، ومَتَى اسْتَوَى الكَلاَمُ وَتَرْكُهُ فِي المَصْلَحَةِ، فالسُّنَّةُ الإمْسَاكُ عَنْهُ، لأَنَّهُ قَدْ يَنْجَرُّ الكَلاَمُ المُبَاحُ إِلَى حَرَامٍ أَوْ مَكْرُوهٍ، وذَلِكَ كَثِيرٌ في العَادَةِ، والسَّلاَمَةُ لا يَعْدِلُهَا شَيْءٌ.
“Ketauhilah, bahwa harus bagi setiap mukallaf (seorang yang dibebani tanggung jawab untuk beribadah), agar menjaga lisannya dari seluruh perkataan, kecuali sebuah perkataan yang terlihat kebaikan di dalamnya, dan kapan perkataan dan tidak berkata itu sama di dalam kebaikan, maka sunnahnya adlah menjaga lisannya, karena terkadang perkataan yang mendorong mubah kepada yang haram atau makruh, dan hal itu banyak terjadi dalam kebiasaan, dan (sedangkan) keselamatan tidak ada sesuatu yang menandinginya.” Lihat kitab Al Adzkar, 1/ 332.
Saudaraku seiman…
Mari kita baca syair-syair berikut tentang menjaga lisan:
قال الشاعر:
احفَظْ لِسانَكَ أَيُّهَا الإِنْسانُ لا يَلْدَغَنَّكَ إِنَّهُ ثُعْبانُ
كَمْ في المقابِرِ مِنْ قَتيلِ لِسانِهِ كانَتْ تَهابُ لِقَاءَهُ الشُّجعانُ
Berkata seorang penyair:
“Jagalah lisanmu wahai manusia*** jangan pernah sekali-kali ia menggigitmu, sesungguhnya ia adalah ular berbisa”
“Berapa banyak di dalam kubur, akibat terbunuh dengan lisannya *** dulu ular berbisa takut bertemu dengannya”
وقد أحسن الإمام الشافعي، رحمه الله، حين قال:
إذا شئتَ أن تحيا سليماً من الأذى*** وحظُكَ موفورُ وعِرْضُكَ صَيِّنُ
لسَانَكَ لا تَذْكُرْ به عورةَ امرئٍ ***فكلُّكَ عوراتٌ وللناسِ ألْسُنُ
Sangat indah ketika Imam Asy Syafi’ie rahimahullah berkata:
“Jika kamu ingin hidup dengan selamat dari gangguan *** dan pahala terkumpul serta harga dirimi terjaga”
“Maka janganlah lisanmu menyebutkan aib/aurat seseorang *** karena setiap dari kamu adalah aib/auratmu sedangkan seluruh manusia mempunyai lisan”
وقال الآخر:
يَمُوتُ الْفَتَى مِنْ عَثْرَةٍ بِلِسَانِهِ *** وَلَيْسَ يَمُوتُ الْمَرْءُ مِنْ عَثْرَةِ الرِّجْلِ
فَعَثْرَتُهُ مِنْ فِيهِ تَرْمِي بِرَأْسِهِ*** وَعَثْرَتُهُ بِالرِّجْلِ تَبْرَى عَلَى مَهْلِ
Seorang Penyair berkata:
“Seorang pemuda mati karena tergelincirnya lisannya *** dan seorang manusia tidak mati karena tergelincirnya kakinya”
“Karena tergelincirnya akibat lisannya, akan menghilangkan harga dirinya *** sedangkan tergelincirnya kaki akan sembuh setelah beberapa waktu”.
Saudaraku seiman…
Sering sekali lisan ini tidak terjaga, bahkan kadang lebih bisa menjaga mata, telinga serta kemaluan, kadang lebih bisa memaksa tangan dan kakai serta anggota tubuh yang lainnya untuk selalu berusaha taat kepada Allah Ta’ala, tetapi terasa sangat sulit untuk menjaga anggota tubuh yang tidak bertulang ini, lisan sering sekali mengghibah, mengadu domba, berdusta, berkata keji dan kotor serta kasar, mencela, menghardik, menghina dan lainnya dari penyakit lisan.
Maka insyaallah, di bawah ini akan disebutkan secara serial tips menjaga lisan, semoga bermanfaat.
- Memperbanyak dzikir kepada Allah Azza Wa Jalla.
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ بُسْرٍ أَنَّ أَعْرَابِيًّا قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَأَنْبِئْنِى مِنْهَا بِشَىْءٍ أَتَشَبَّثُ بِهِ. قَالَ « لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ ».
Artinya: “Abdullah bin Busr radhiyallahu ‘anhu berkata: “Bahwa seorang A’rabi berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Sesungguhnya syariat-syariat islam telah banyak, beritahukanlah kepadaku darinya dengan sesuatu yang aku berpegang teguh dengannya.” Beliau bersabda: “Masih saja lisanmu basah karena dzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” HR. Ibnu Majah.
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata:
أنه سبب اشتغال اللسان عن الغيبة والنميمة والكذب والفحش والباطل فإن العبد لا بد له من أن يتكلم فإن لم يتكلم بذكر الله تعالى وذكر أوامره تكلم بهذه المحرمات أو بعضها ولا سبيل الى السلامة منها البتة إلا بذكر الله تعالى والمشاهدة والتجربة شاهدان بذلك فمن عود لسانه ذكر الله صان لسانه عن الباطل واللغو ومن يبس لسانه عن ذكر الله تعالى ترطب بكل باطل ولغو وفحش ولا حول ولا قوة إلا بالله
“Bahwa dzikir kepada Allah adalah penyebab sibuknya (/jauhnya) lisan dari ghibah, adu domba, perkataan dusta, perkataan keji dan batil, karena sesungguhnya seorang hamba harus berbicaranya, maka jika ia tidak berbicara dengan dzikir kepada Allah dan mengingat perintah-perintah-Nya niscaya ia berbicara dengan hal-hal yang haram ini aatua sebagian darinya. Dan tidak ada sama sekali jalan kepada keselamatannya kecuali dengan berdzikir kepada Allah Ta’ala. Dan apa yang terlihat dengan mata dan percobaaan keduanya menjadi saksi akan hal itu. Maka, barangsiapa yang telah membiasakan lisannya berdzikir kepada Allah, niscaya lisannya akan terjaga dari (perkataan) batil dan sia-sia. Dan barangsiapa yang lisannya kering dari dzikir kepada Allah Ta’ala, niscaya (lisannya) akan basah dengan setiap (perkataan) batil, sia-sia dan keji. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah.”
ditulis oleh Ahmad Zainuddin
Selasa, 25 rajab 1434H, Dammam KSA.