بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين و صلى الله و سلم و بارك على نبينا محمد و آله و صحبه أجمعين, أما بعد
Di bawah ini tulisan tentang larangan bagi setiap muslim untuk pergi atau bertanya atau percaya kepada tukang ramal, siapapun dia dan apapun profesinya di tengah masyarakat.
Hadits 1
Shafiyyah meriwayatkan dari beberapa istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَىْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلاَةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً
“Barangsiapa yang telah mendatangi ‘Arraf, lalu bertanya kepadanya tentang sesuatu maka tidak diterima darinya sebuah shalatpun selama 40 hari” (HR. Muslim).
Penjelasan Hadits 1
1. Perkataan para ulama tentang pengertian ‘Arraf:
Berkata Al-Baghawi rahimahullah:
أما العراف: فهو يدعي معرفة الأمور بمقدمات أسباب يستدل بها علي مواقعها ، كالمسروق من الذي سرقه ، ومعرفة مكان الضالة ، وعندما تتهم المرأة بالزنا فيقول من صاحبها ، ونحو ذلك من الأمور
Artinya: “Adapun ‘Arraf adalah orang yang mengaku mengetahui sebab perkara-perkara yang telah lalu, yang dengannya diketahui tempat-tempat perkara, seperti barang yang dicuri siapa yang mencurinya, mengetahui tempat barang yang hilang, serta ketika dituduh seorang wanita berzina, maka ‘arraf ini akan mengatakan dengan siapa dia berzina dan perkara-perkara yang semisal dengan hal tersebut” (Lihat Kitab Syarah As Sunnah, karya Al Baghawi rahimahullah)
Berkata Al-Munawi rahimahullah:
(عراف ) من يخبر بالامور الماضية أو بما خف.
Artinya: “(‘Arraf) adalah yang memberitahukan tentang perkara-perkara yang telah lalu atau yang tersembunyi” (Lihat kitab At Taisir bi Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, karya Al Munawi rahimahullah).
Berkata An-Nawawi rahimahullah:
قال الخطابى وغيره العراف هو الذى يتعاطى معرفة مكان المسروق ومكان الضالة ونحوهما.
Artinya: “Al Khaththabi dan ulama lainnya berkata: “‘Arraf adalah orang yang mengaku mengetahui tempat barang yang dicuri dan tempat barang yang hilang serta semisalnya” (Lihat Kitab Al Minhaj Syarah Shahih Muslim, karya An Nawawi rahimahullah)
2. Maksud dari “tidak diterima darinya sebuah shalatpun selama 40 hari”
Berkata An-Nawawi rahimahullah:
وأما عدم قبول صلاته فمعناه أنه لاثواب له فيها وان كانت مجزئة فى سقوط الفرض عنه ولايحتاج معها إلى اعادة….
Artinya: “Adapun maksud tidak diterima shalatnya adalah tidak ada pahala baginya di dalam shalatnya, meskipun mencukupi akan gugurnya kewajiban atasnya dan tidak butuh pengulangan (shalatnya)…” (Lihat Al Minhaj Syarah Shahih Muslim, karya An Nawawi rahimahullah)
Berkata Al-Munawi rahimahullah:
بمعنى أنه لا يثاب عليها لكنها تصح ولا تلازم بين القبول والصحة.
Artinya: “Maksud (tidak diterima darinya sebuah shalatpun selama 40 hari) adalah tidak ada pahala atasnya akan tetapi sah shalatnya, dan tidak ada sebuah kelaziman antara diterima dengan sahnya (shalat)” (Lihat At Taisir bi Syarh Al Jami’ Ash Shaghir, karya Al Munawi rahimahullah)
Hadits 2:
Abu Hurairah dan Al-Hasan Bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhum meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَتَى كَاهِناً أَوْ عَرَّافاً فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barangsiapa yang telah mendatangi Kahin atau ‘Arraf, lalu dia mempercayainya, maka sungguh dia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad (shallallahu ‘alaihi wasallam)” (HR. Ahmad dan dishahihkan di dalam kitab Shahih At Targhi wa Tarhib, no. 3047)
Penjelasan Hadits 2:
1. Perkataan ulama tentang pengertian “Kahin“:
Berkata Al-Baghawi rahimahullah:
فالكاهن: هو الذي يخبر عن الكوائن في مستقبل الزمان ويدعي معرفة الأسرار ومطالعة علم الغيب، وكان في العرب كهنة يدعون معرفة الأمور، فمنهم من كان يزعم أن له رئيساً من الجن وتابعة تلقي إليه الأخبار، ومنهم من يدعي أنه يستدرك الأمور بفهم أعطيه .
Artinya: “Kahin adalah orang yang memberitahukan tentang kejadian-kejadian di zaman yang akan datang dan mengaku mengetahui rahasia-rahasia dan penglihatan terhadap ilmu gaib. Di Arab zaman dulu, para kahin mengaku mengetahui perkara-perkara (gaib), dari mereka ada yang mengaku bahwa dia memiliki pemimpin dari jin yang mengikutinya dan membisikkan kepadanya berita-berita, dari mereka ada yang mengaku mengetahui perkara-perkara (gaib) dengan pemahaman yang diberikan kepadanya” (Lihat kitab Syarh As Sunnah, karya Al Baghawi rahimahullah)
Renungan
Setelah ini semua, mungkin ada yang bertanya: “Kenapa sih praktek ramal-meramal;
– memberitahukan hari baik atau buruk ketika ditanya,
– memberitahukan tentang nasib di kemudian hari ketika ditanya,
– membaca garis telapak tangan,
– memberitahukan tentang keserasian pasangan untuk menikah dengan mencocokkan abjad nama dll,
– memberitahukan rezekinya di tempat tertentu,
– memberitahukan lokasi barang atau orang hilang, barang dicuri atau orang diculik,
– dan lain-lain (yang jenis prakteknya terus berkamuflase, terutama di zaman sekarang).
Ini semua dilarang dalam agama Islam?”
Jawaban: “Karena di dalam praktek-praktek di atas, terjadi seorang makhluk menyamakan dirinya dengan Allah Ta’ala di dalam perkara-perkara yang khusus milik Allah Ta’ala semata, yaitu pengetahuan akan hal gaib. Dan perbuatan ini adalah sebuah kesyirikan dan agama Islam sangat mengharamkan sebuah bentuk kesyirikan. Tidak ada yang mengetahui akan hal ghaib kecuali Allah Ta’ala semata, mari perhatikan ayat-ayat suci berikut:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Artinya: “Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Al Mahfuz)” (QS. Al An’am: 59)
وَيَقُولُونَ لَوْلَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَقُلْ إِنَّمَا الْغَيْبُ لِلَّهِ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ
Artinya: “Dan mereka berkata: “Mengapa tidak diturunkan kepadanya (Muhammad) suatu keterangan (mukjizat) dari Tuhannya?”, Maka katakanlah: ” Sesungguhnya yang gaib itu kepunyaan Allah; sebab itu tunggu (sajalah) olehmu, sesungguhnya aku bersama kamu termasuk orang-orang yang menunggu” (QS. Yunus: 20)
قلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Artinya: “Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan” (QS. An Naml: 65)
هُوَ اللَّهُ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَالِمُ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ هُوَ الرَّحْمَنُ الرَّحِيمُ
Artinya: “Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hasyr: 22)
{ عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا (26) إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا (27)}
Artinya: “(Dia adalah) Yang Maha Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu”. “Kecuali kepada rasul yang diridai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya” (QS. Al Jinn: 26-27)
Bahkan sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahui hal gaib, kecuali yang diberitahukan oelh Allah Ta’ala kepada beliau.
{قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ وَلَا أَقُولُ لَكُمْ إِنِّي مَلَكٌ إِنْ أَتَّبِعُ إِلَّا مَا يُوحَى إِلَيَّ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الْأَعْمَى وَالْبَصِيرُ أَفَلَا تَتَفَكَّرُونَ }
Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad): “Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang gaib dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku seorang malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang diwahyukan kepadaku. Katakanlah: “Apakah sama orang yang buta dengan orang yang melihat?” Maka apakah kamu tidak memikirkan (nya)?” (QS. Al An’am: 50)
{قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ وَمَا مَسَّنِيَ السُّوءُ إِنْ أَنَا إِلَّا نَذِيرٌ وَبَشِيرٌ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ}
Artinya: “Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman” (QS. Al A’raf: 188)
Kalau sudah dipahami ini, maka mohon perhatiannya:
Siapapun (apakah dia seorang habib, kyai, mbah yai, ki ageng, ustadz, guru agama, tuan guru, orang alim, orang pinter, tabib, ahli supranatural, paranormal, spiritualis, pembaca masa depan atau profesi lainnya), yang melakukan praktek ramal-meramal dengan segala macam jenisnya, maka dia termasuk Kahin atau ‘Arraf, apapun profesi, jabatan, status, tingkatannya di tengah masyarakat. Kahin atau ‘arraf tetap saja kahin atau ‘arraf, tukang ramal tetap saja tukang ramal, apapun status dan sebutannya di tengah masyarakat.
Pelajaran menarik dari Syaikh Al-Albani rahimahullah, beliau berkata setelah menyebutkan pengertian dari ‘Arraf dan Kahin:
فإذا عرفت هذا؛ فمن (الكهانة) ما كان يعرف ب(التنويم المغناطيسي)، ثم بـ (استحضار الأرواح)، وما عليه اليوم كثير من الناس- وفيهم بعض المسلمين الطيبين- ممن اتخذوا ذلك مهنة يعتاشون منها، ألا وهو القراءة على الممسوس من الجني، ومكالمتهم إياه، وأنه يحدثهم عن سبب تلبسه بالإنسي؛ حبّاً به أو بغضاً! وقد يزعمون أنهم يسألونه عن دينه، فإذا أخبرهم بأنه مسلم؛ صدقوه في كل ما ينبئهم به! وذلك منتهى الغفلة والضلال؛ أن يصدقه وهو لا يعرفه ولا يراه، فكن حذراً منهم أيها الأخ المسلم! ولا تأتهم ولا تصدقهم ” وإلا صدق فيك هذا الحديث الصحيح وما في معناه.
Artinya: “Jika Anda telah mengetahui ini, maka termasuk praktek kahin adalah apa yang disebut dengan “menidurkan dengan spontan”, atau yang disebut dengan “menghadirkan ruh” serta apapun yang terjadi pada kebanyakan manusia zaman sekarang (yang semisal dengan ini). (Bahkan) Diantara mereka ada sebagian kaum muslim yang baik-baik, yang menjadikan hal tersebut sebagai profesi untuk mencari nafkah darinya, yaitu menjampi-jampi terhadap orang yang dirasuki jin, mereka berbicara dengan jin dan jin itu berdialog dengan mereka tentang sebab (kenapa) jin merasuki, baik karena cinta kepadanya atau karena membencinya! Dan kadang mereka mengaku bahwa mereka telah bertanya kepada jin tersebut tentang agamanya, jika jin memberitahu mereka bahwa dia adalah seorang (jin) muslim, maka mereka percaya di setiap apa yang diberitahukan oleh jin tersebut kepada mereka! Yang demikian itu adalah sikap kebodohan dan kesesatan yang paling tinggi, yaitu mempercayai (jin)nya padahal dia tidak mengenal dan tidak melihat (jin)nya, maka berhati-hatilah dari mereka wahai saudara muslim! Janganlah datang dan percaya kepada mereka, kalau tidak, maka hadits shahih ini dan apa yang semakna dengannya akan mengenaimu” (Lihat Kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah, karya Al Albani rahimahullah).
Ditulis oleh Ahmad Zainuddin (@ahmadzainuddinalbanjary)
Selasa, 8 Jumadal Ula 1432H
Dammam KSA.